A. PENDAHULUAN
Buku
yang saya Resensi ini judul aslinya adalah “ Critical Legal Studies Movement “
, karya dari Roberto Mangabeira Unger beliau merupakan salah seorang peletak
dasar-dasar teoritis gerakan ini , gerakan ini disebut gerakan CLSM (Critical Legal
Studies Movement) yang mulai eksis dalam dekade 1970-an. Gerakan ini merupakan
hasil dari suatu konferensi pada tahun 1977 tentang Critical Legal Studies di
Amerika Serikat.Para tokoh pendiri gerakan ini sebagian besar merupakan guru
besar dari Universitas Harvard salah satunya adalah Roberto.M.Unger sendiri.CLSM
ini lahir karena di latar belakangi oleh kultur politik yang serba radikal ,
CLSM ini merupakan gerakan yang yang mengkritik sistem Liberalisme yang ada di
negara mereka sendiri yaitu Amerika Serikat, gerakan ini lahir karena
pembangkangan atas ketidakpuasan terhadap teori dan praktek hukum yang ada pada
dekade 1970-an itu. CLSM ini mirip
dengan topik bahasan yang telah dilakukan oleh akademisi hukum golongan kiri
seperti dari kelompok Neomarxism,The Frankfurt School dll.[1]
Namun dalam perkembangannya aliran dari gerakan ini berkembang di berbagai
negara-negara di dunia.
Dalam
buku karya Roberto.M.Unger ini saya tertarik pada 3 ide pokok yang dibahas
didalamnya. Yang pertama, saya
tertarik pada materi mengenai “Kritik CLSM Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme” saya
tertarik dengan ide pokok yang pertama ini karena saya ingin lebih mengetahui
secara detail mengapa gerakan Critical Legal Studies ini mengkritik dan
bertentangan dengan sistem hukum yang berada di negara mereka sendiri hal ini
penting untuk dibahas karena terdapat 3 inti pandangan dari gerakan ini
terhadap paham Liberalisme diantaranya bahwa hukum itu tidak netral , bahwa
hukum itu tidak otonom dan bahwa hukum dan politik adalah satu kesatuan . Yang kedua, saya tertarik pada materi
mengenai “ Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme Menuju Ke Konstruksi “ ,
ide pokok kedua ini saya angkat guna mengetahui lebih jauh mengenai penawaran-penawaran atau alternatif apa saja
dari gerakan ini yang diberikan kepada masyarakat dari kritik-kritik yang telah
dikeluarkan oleh gerakan ini terhadap paham Liberalisme, ide pokok kedua ini
penting sekali untuk diangkat sehingga kita bukan hanya membahas masalah
kritik-kritik gerakan Critical Legal Studies ini terhadap paham Liberalisme
namun kita juga memahami solusi-solusi dan alternatif yang ditawarkan gerakan
ini terhadap paham Liberalisme yang dianut di negara mereka sendiri. Yang ketiga , saya tertarik pada materi
mengenai “ Hak-Hak Yang diberikan Kepada Masyarakat di Negara Yang Menganut
Paham Liberalisme” Ide pokok yang ketiga ini merupakan penawaran dari para
tokoh gerakan ini yang diwujudkan dalam bentuk hak diantaranya yang terkenal
yaitu mengenai pemberian Hak Destabilisasi yang akan saya bahas dalam ide pokok
yang ketiga ini.
B. PEMBAHASAN
IDE POKOK
1.IDE
POKOK KE-1
“Kritik
Gerakan Critical Legal Study Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme”
Pada dasarnya gerakan
ini dipersatukan oleh ketidakpuasan terhadap tradisi pemikiran hukum yang saat
itu dominan , yakni pemikiran hukum liberal ( Liberal Legal though ) Sehingga
gerakan Critical Legal Studies yang berwatak oposan ini secara radikal
menggugat teori , doktrin , atau asas-asas yang dikenalkan dalam tradisi
liberal diantaranya yang paling mereka kritisi yaitu[2]
:
1. Netralitas Hukum ( Neutrality of law )
2. Otonomi Hukum ( Autonomy of law )
3. Pemisahan hukum dengan politik ( Law politics distinction ).
Selain
dari ketiga hal diatas gerakan Critical Legal Studies ini mengajukan kritik
keras terhadap tradisi-tradisi hukum liberal yang lainnya diantaranya terhadap
objektivisme,formalisme.
Selain
negara yang di kritik di dalamnya perekonomian di negara-negara menganut paham
liberalisme pun turut di kritik pula . Pada umumnya negara liberal menganut
perekonomian yang serba kapital dimana perekonomian hanya dikuasai oleh
orang-orang yang berkuasa dan yang memang memiliki modal besar. Namun dengan
perekonomian yang kapitalis itu yang menghancurkan perekonomian di negara
liberalis itu sendiri , misalnya saja di Amerika Trauma akan krisis ekonomi di
tahun 1929 yang sering disebut Great Depression kembali menghantui. Pada saat
itu dampak krisis itu menasional bagi rakyat Amerika Serikat, seperti kesulitan
keuangan karena lapangan pekerjaan sedikit hingga kelaparan. Efek dari krisis
ekonomi dan finansial di USA telah merambat ke negara-negara di Asia dan Eropa.
Banyak negara yang memberikan suntikan dana kepada lembaga keuangan supaya
tidak tergerus arus krisis Ekonomi yang berasal dari Amerika Serikat.
Berbagai
cara dilakukan hingga melibatkan pelaku politik, banyak kebijakan yang
memungkinkan perubahaan aturan dan undang-undang untuk memungkinkan segala cara
para CEO tersebut. Bagi pelaku politik keuntungannya adalah mendapatkan dana
kampanye dan dukungan.
Dengan
cara ini ekonomi AS berkembang pesat, semua orang mampu membeli kebutuhan
hidup. Sehingga AS memerlukan banyak barang. Jika tidak bisa dibuat di dalam
negeri maka pesan dari negara lain. Maka tak heran China memiliki cadangan devisa
terbesar yaitu 2 triliun USD karena memasok banyak barang
ke AS.
Sudah
60 tahun AS membesarkan perusahaan seperti itu, yang merupakan bagian dari
ekonomi kapitalis sehingga AS menjadi penguasa dunia. Tapi itu belum cukup,
segala hal harus yang terbaik, terkomputerisasi, bonus yang sudah besar harus
dibuat lebih besar lagi. Disinilah ketamakan AS terlihat. Baik dari segi
hukumnya maupun dari segi ekonominya inilah yang menjadi kritik utama gerakan
Critical Legal Studies Movement ini.
Ide
pokok yang pertama ini saya akan mencoba menguraikan satu persatu terhadap
pemikiran atau tradisi dari hukum liberal yang dikritisi oleh gerakan Critical
Legal Studies ini.
1.1 Netralitas Hukum ( Neutrality of law )
Para
penganut Critical Legal Studies berpendapat bahwa hukum tidak netral, dan hakim
hanya berpura-pura , atau percaya secara naïf bahwa dia mengambil putusan yang
netral dan tidak memihak dengan mendasari putusannya pada undang-undang ,
yurisprudensi atau prinsip-prinsip keadilan. Padahal , mereka selalu bias dan
selalu dipengaruhi oleh ideologi, legitimasi, dan mistifikasi yang dianutnya
untuk memperkuat kelas yang dominan. Dengan kata lain , hukum dari mulai proses
pembuatan sampai kepada pemberlakuannya selalu mengandung pemihakan.[3]
Hukum mencari legitimasi dengan cara yang salah yaitu dengan jalan mistifikasi
, dengan menggunakan prosedur yang hukum yang berbelit, dan bahasa yang susah
dimengerti, yang merupakan alat pemikat sehingga pihak yang ditekan oleh yang
punya kuasa cepat percaya bahwa hukum adalah netral.Untuk lebih jelas nya
kritik gerakan Critical Legal Studies terhadap netralitas hukum dapat dilihat
pada table dibawah ini[4]
:
HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN
|
ALIRAN HUKUM KONVENSIONAL
|
CRITICAL
LEGAL STUDIES
|
MASALAH KEADILAN
|
Keadilan
dapat dicapai karena hukum dapat ditafsirkan dan diterapkan tanpa terpengaruh
oleh perasaan/kepentingan hakim/penguasa
|
Keadilan
hanyalah mitos dan retorika yang digunakan oleh penguasa untuk mewujudkan
pandangan dan keinginannya.
|
PERAN HUKUM
|
Karena
hukum netral dan dibuat oleh wakil dari mayoritas masyarakat , maka
masyarakat yang diatur hukum lebih baik dari masyarakat yang diatur oleh
manusia.
|
Hukum
tidak netral , dan masyarakat tidak pernah diatur oleh hukum , tetapi hukum
selalu dibuat , ditafsirkan , dan diterapkan sesuai keinginan para
penafsir/penguasa.
|
PERSAMAAN HUKUM
|
Hakim
tidak berpihak , sehingga setiap orang , miskin atau kaya , diperlakukan sama
oleh hukum.
|
Hukum
dibuat dan ditafsirkan sesuai keinginan pihak kuat / kaya , sehingga hukum
sangat jarang menghukum pihak kuat/kaya, tetapi sangat sering menghukum pihak
lemah/miskin/minoritas.
|
KEPENTINGAN KAUM MARGINAL
|
Hukum
dapat mencapai keadilan , sehingga dapat terpenuhi kepentingan kaum marginal
, seperti golongan minoritas , orang miskin , dan lain-lain.
|
Kaum
marginal tidak terlibat dalam membentuk dan menafsirkan hukum sehingga
kepentingannya selalu terabaikan.
|
KESTABILAN HUKUM
|
Hukum
bersifat stabil dan mengandung kaidah-kaidah yang kemudian ditafsirkan secara
:
a.
hermeunetik historis
( penafsiran sejarah)
b.
gramatikal
c.
jurisprudensi pengadilan
|
Hukum
tidak pernah stabil , tetapi ditafsirkan sesuai kepentingan penguasa/hakim
yang selalu berubah-ubah.
|
Sumber
: Munir Fuady,Filsafat dan Teori
Hukum Postmodern, hlm.160-161.
1.2 Otonomi Hukum ( Autonomy of law )
Hukum
yang otonom memiliki arti bahwa hukum tidak dipengaruhi oleh politik atau
ilmu-ilmu lain . Namun menurut Gerakan Critical Legal Studies ini hukum tidak
otonom, karena kepentingan hukum sendiri adalah untuk mendukung ( support ) kepentingan atau kelas dalam
masyarakat yang membentuk hukum tersebut. Sehingga kemandirian hukum itu
sendiri telah hilang karena dipengaruhi oleh berbagai hal khususnya hal-hal
yang bersifat mementingkan kelas-kelas yang berkuasa itu sendiri.
1.3 Pemisahan hukum dengan politik ( Law politics distinction )
Gerakan
Critical Legal Studies menolak akan adanya pemisahan hukum dengan politik.
Menurut para penulis gerakan ini , hukum secara tak terhindarkan terikat dengan
politik. Para sarjana ahli hukum kritis telah menjelaskan suatu pandangan bahwa
hukum “ secara relatif berkuasa “ , karena hukum selalu melayani
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan politik.[5]
Maka , ketika hukum menciut ke dalam bidang politik , antara hukum dan politik
sudah benar-benar menyatu yang tak dapat dibeda-bedakan lagi.[6]
1.4 Kritik Terhadap Objektivisme Hukum
Maksud
dari objektivisme disini adalah kepercayaan bahwa materi-materi hukum yang
otoritatif, seperti sistem perundang-undangan, preseden , dan gagasan hukum
yang sudah mapan dan mempertahankan pola hubungan manusia yang dapat
dilestarikan.[7] Kritik
yang diupayakan oleh Unger ini menantang gagasan mengenai jenis-jenis
organisasi social dengan suatu struktur hukum yang built-in ataupun pengganti-penggantinya yang lebih halus namun
masih bertahan kuat dalam konsepsi-konsepsi hukum substantive dan doktrin yng
berlaku, sebagai contoh yang dimaksud
isi hukum yang sudah built-in yaitu
pasar ( sistem ekonomi ). Unger memberikan contoh hukum kontrak
yang didasarkan atas prinsip kebebasan untuk memilih dari patner dan ketentuan
dan kondisi yang diinginkan para pihak dan counterprinsip tidak boleh
meruntuhkan aspek sosial kehidupan bersama dan tidak dilakukannya transaksi dan
bargaining yang tidak fair. Namun selalu ada suatu permainan prinsip dominasi
dalam hukum kontrak. Pada kenyataanya terdapat unsur dominasi dalam kesatuan.[8]
1.5 Kritik Terhadap Formalisme Hukum
Formalisme
adalah sebuah komitmen kepercayaan terhadap kemungkinan dari sebuah metode
pembenaran hukum. Termasuk di dalamnya tujuan yang impersonal, kebijakan dan
prinsip-prinsip yang merupakan komponen yang dibutuhkan dalam rasionalisasi
hukum . Kritik
Unger terhadap formalisme bertitik tolak dari argumen bahwa pemikiran setiap
cabang doktrin harus bersandar secara diam-diam, kalau tidak secara eksplisit,
pada suatu pemerian bentuk-bentuk interaksi manusia yang benar dan realistis di
bidang kehidupan masyarakat tempat doktrin itu berlaku. Misalnya, seorang ahli
hukum konstitusi membutuhkan suatu teori republik demokratis yang menggambarkan
hubungan yang tepat antara negara dan masyarakat atau ciri-ciri esensial
organisasi sosial dan pemberian hak pribadi yang harus dilindungi pemerintah.[9]
Tanpa
visi pembimbing ini, pemikiran hukum tampak terkungkung dalam permainan analogi
murahan. Pertentangan kepentingan dan visi yang banyak ragamnya yang menyangkut
pembentukan undang-undang harus merupakan wahana suatu rasionalitas yang dapat
diartikulasikan dalam suatu teori tunggal yang terpadu. Teori-teori hukum dominan
sebenarnya melakukan penyucian yang berani dan tidak masuk akal dengan
mengambil bentuk untuk memperlakukan hukum sebagai suatu tempat penyimpanan
tujuan, kebijakan, dan prinsip yang sama sekali bertentangan dengan pandangan
percaturan politik legislatif standar.
Pendapat saya terhadap Ide Pokok 1 :
Ide
pokok yang pertama ini saya mengangkat mengenai “Kritik Gerakan Critical Legal
Study Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme” , dalam Ide pokok pertama gerakan
Critical Legal studies ini give critics terhadap
teori , doktrin , atau asas-asas yang dikenalkan dalam tradisi liberal.
Diantaranya yaitu mereka menolak bahwa hukum itu netral , bahwa hukum itu sudah
tidak otonom , bahwa hukum dan politik adalah satu kesatuan , kritik terhadap
objektivisme dan formalisme. Menurut pendapat saya kritik Critical legal
Studies ini meskipun banyak ditujukan terhadap sistem hukum di negara-negara
maju, yang hukumnya pun sudah relatif maju, seperti Amerika Serikat , tetapi
sebenarnya menurut saya kritikan tersebut berlaku juga bahkan lebih relevan
jika ditujukan terhadap sistem hukum di negara berkembang seperti di
Indonesia.Karena saat ini di Indonesia hukum sudah tidak netral lagi, hukum
sudah tidak otonom serta hukum dan politik merupakan satu kesatuan contohnya
saja baru-baru ini presiden kita melakukan Ressufle
terhadap para menterinya yang bermasalah salah satunya menteri dari partai PKS
yaitu Menteri riset dan Teknologi , lalu kemudian partai PKS pun tidak terima
apabila menterinya di Ressufle,
partai PKS menginginkan apabila menterinya yang bermasalah diganti kembali oleh
menteri dari anggota partai PKS yang lainnya dengan dalih bahwa kontrak politik
mereka dengan presiden menghasilkan ketentuan bahwa anggota dari partai PKS
yang menduduki kursi kabinet haruslah berjumlah sesuai dengan yang mereka
sepakati, dan pastilah apabila anggota dari partai tersebut menduduki
kabinetnya maka setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pastilah
menguntungkan atau memihak golongannya sendiri itu sudah menjadi rahasia umum
di negara kita. Dari peristiwa itu saja kita dapat melihat bahwa di Indonesia
hukum pun tidak netral dan tidak otonom.
Apabila
kita bandingkan kenyataan ini dengan pemikiran Prof.Satjipto Rahardjo yang
dituangkan oleh beliau dalam bukunya yaitu “ Membedah Hukum Progresif “ di
dalam buku tersebut diterangkan bahwa pengaturan oleh hukum tidak menjadi sah
semata-mata karena ia adalah hukum , tetapi karena mengejar suatu tujuan dan
cita-cita tertentu. Di sini diajukan pendapat filsafat , hukum hendaknya bisa
member kebahagiaan kepada rakyat dan bangsanya.[10]
Didalam buku membedah hukum progresif terbut dituliskan bahwa karakteristik
hukum modern yang pada umumnya dipakai di dunia salah satu sifat yang menonjol
adalah sifat Rasional. Bahkan Rasionalitas itu bahkan bisa berkembang
sedemikian rupa sehingga sampai pada tingkat “ rasionalitas di atas
segala-galanya “. Dalam suasana seperti itu tidak heran bila para pelaku
penyelenggara hukum mengambil sikap rasional seperti itu pula , pada akhirnya
diyakini bahwa hukum sudah dijalankan bila semua orang sudah berpegangan pada
rasionalitas itu. Aspek liberal lah yang melahirkan sistem hukum modern dengan
mempertahankan netralitasnya . Hal itu dilakukan dengan menggunakan
format-rasional. Artinya ia berusaha untuk sama sekali tidak mencampuri
proses-proses dalam masyarakat , tetapi berusaha untuk ada diatasnya.[11]
Pada
dasarnya , masyarakat ingin agar hukum juga aktif member perhatian terhadap
kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya. Dalam buku membedah hukum progresif
dikenal sebagai “ Negara Kesejahteraan “ ( welvaarstaat
).
2.
IDE POKOK KE-2
“
Dari Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme Menuju Ke Konstruksi “
Dalam buku yang saya
resensi ini saya mengambil ide pokok yang kedua ini , dimana ide pokok yang
kedua ini berisikan hasil konstruktif atas segala kritik-kritik yang telah saya
uraikan dalam ide pokok pertama. Hasil konstruktif terhadap kritik tersebut
terdiri dari :
2.1 DOKTRIN DEVIASI
Unger
mengatakan bahwa fungsi doktrin hukum dalam masyarakat saat ini adalah
bertarung terhadap hak dan bentuk yang memungkinkan dari kehidupan sosial.
Kalangan hukum modern telah mencoba menghindari konflik ini tetapi gerakan
hukum kritis juga menuntut tidak dilakukan. Dipertahankannya bentuk-bentuk
doktrin yang mapan selalu terletak pada tantangan implisit untuk menerima genre
yang berkuasa. Kita selalu dihadapkan pada menyerahkan diri pada versi tatanan
sosial yang sudah stabil atau menghadapi perang antara semua melawan semua. Doktrin
penyimpangan adalah usaha untuk menyeberangi tapal batas empiris maupun
normatif yang memisahkan antara hukum dari teori sosial empiris dan argumen
mengenai organisasi masyarakat yang benar.[12]
2.2 PENETAPAN KEMBALI DEMOKRASI DAN PASAR
Hasil
konstruktif kritik terhadap objektivisme adalah usaha untuk mencari alternatif
cita-cita kelembagaan demokrasi dan pasar dengan menggunakan doktrin deviasi.
Pencarian ini membutuhkan tiga gagasan, yaitu teori transformasi sosial untuk
bisa membedakan cita-cita yang programatis yang realistis. Hasilnya berupa tiga bentuk versi yang
sepadan, yaitu; pertama, pelonggaran kumulatif tatanan masyarakat tertentu
terutama mengenai pelapisan dan pembagian sosial, pola yang diberlakukan
mengenai cara-cara hubungan manusia yang mungkin dan dikehendaki. Kedua,
peluang hidup dan pengalaman hidup pribadi harus semakin terbebas dari tirani
kategori-kategori sosial yang abstrak. Ketiga, perbedaan antara apa yang
dimaksudkan oleh dunia sosial dan apa yang dikeluarkannya, antara kegiatan
rutin dan revolusi, harus diperinci sebanyak mungkin.[13]
Demokrasi
bisa ditemukan kembali melalui beberapa persyaratan yaitu[14]
:
1. bentuk-bentuk organisasi ekonomi dan
politik mapan yang memungkinkan kelompok rakyat yang relatif kecil
menguasai syarat-syarat pokok kemakmuran
kolektif dengan mengambil keputusan-keputusan investasi yang amat penting.
2. Menekankan
arti penting bidang-bidang utama kehidupan organisasi pabrik, birokrasi, kantor, rumah sakit, dan
sekolah.
3. Sarana
komunikasi dan pemberian dana politik.
2.3 REVOLUSI POLITIK DAN KEBUDAYAAN
Tujuan
yang menjadi pedoman dan pemersatu kebiasaan budaya revolusioner adalah untuk
membentuk kembali hubungan pribadi langsung dengan membebaskan mereka dari
latar belakang rancangan pembagian hierarkhi sosial. Rencana ini memberikan
suatu kesempatan bagi pertukaran praktis atau ikatan yang penuh gairah untuk
menghormati batas-batas yang ditetapkan tatanan kekuasaan yang mapan. Rencana
itu juga memberikan peran tertentu pada setiap orang sesuai dengan kedudukan
yang mereka pegang dalam seperangkat perbedaan sosial atau gender yang
ditetapkan sebelumnya.
Pendapat saya terhadap Ide Pokok 2 :
Hasil-hasil
konstruksi oleh gerakan Critical Legal Studies pada ide pokok ke-2 ini terhadap
segala kritik-kritik yang telah mereka keluarkan terdiri dari beberapa
konstruksi diantaranya doktrin deviasi,pnetapan kembali demokrasi dan pasar
serta Revolusi politik dan kebudayaan. Doktrin deviasi merupakan doktrin
penyimpangan menurut saya Ciri pokok dari doktrin penyimpangan adalah usaha
untuk menyeberangi tapal batas empiris maupun normatif yang memisahkan antara
hukum dari teori sosial empiris dan argumen mengenai organisasi masyarakat yang
benar, karena masyarakat liberal selalu dihadapkan pada bentuk-bentuk doktrin
yang mapan,serta selalu dihadapkan pada menyerahkan diri pada versi tatanan
sosial yang sudah stabil padahal menurut gerakan Critical Legal Studies ini
masyarakatlah yang dirugikan dengan suatu doktrin,ataupun keputusan,ataupun
hukum yang telah mapan itu. Selain doktrin deviasi menurut saya mengenai penemuan
kembali demokrasi dan pasar cukup baik untuk dilakukan sehingga tatanan sosial
tidak lagi terdapat kelas-kelas sosial didalamnya sehingga masyarakat dapat
melakukan hubungan sosial yang lebih baik lagi , selain itu mengenai pasar atau
sistem ekonomi haruslah dirubah kea rah yang lebih baik karena selama ini di
negara liberal sistem ekonominya selalu didominasi oleh kelas-kelas yang
berkuasa sehingga selalu menguntungkan pihak yang berkuasa itu sendiri ,
sehingga kaum proletar tetaplah
menjadi kaum proletar.
3.IDE
POKOK KE-3
“
Hak-Hak Yang diberikan Kepada Masyarakat di Negara Yang Menganut Paham
Liberalisme ”
Roberto.M.Unger, yang
merupakan pelopor terdepan dalam mengembangkan aliran Critical Legal Studies
ini, memberikan alternatif terhadap hierarki masyarakat yang tidak adil sebagai
pengaruh dari liberalisme hukum. Untuk itu Roberto.M.Unger memperkenalkan 4
macam hak masyarakat, yang di dalamnya sangat kental ideologi marxis yaitu sebagai berikut :
1. Hak
Destabilisasi
Yakni
suatu hak yang memberikan kepada individu permintaan untuk tidak menuruti
institusi yang sudah mapan dalam masyarakat. Hak-hak ini akan dijamin oleh (a)
bentuk peradilan/hukum yang saat ini ada , (b) suatu badan/agensi publik yang
sangat terpisah yang ditetapkan untuk proteksi mereka.[15]
2. Hak
Pasar
Yakni
suatu hak untuk melakukan klaim secara kondisional atas pembagian capital
sosial. Hak pasar ini dicanangkan untuk menggantikan konsep kepemilikan
berdasarkan aliran liberalism.
3. Hak
Imunitas
Merupakan
hak untuk mendapat perlindungan individual dari dominasi dan intervensi, , hal
ini akan menjamin wilayah individual yang sangat pribadi seperti kebebasan
sipil.
4. Hak Solidaritas
Ini merupakan hak yang dapat mengembangkan
rasa saling percaya, loyalitas, dan tanggung jawab komunal.hak ini akan memupuk jalinan saling menguntungkan.
Pendapat saya terhadap Ide pokok ke-3 :
Hak-hak
yang ditawarkan oleh gerakan Critical Legal Studies merupakan hak-hak bagi
masyarakat di negara yang menganut paham Liberalisme. Meskipun paham Liberalisme
berdalih menjunjung tinggi serta menghargai hak-hak tiap individunya namun pada
kenyataannya tidak karena negara Liberal menurut pendapat saya menjunjung
tinggi hak-hak tiap individu yang memiliki kuasa atau memiliki modal apabila
kita kaitkan dengan perekonomiannya.
Namun
menurut saya hak-hak yang ditawarkan oleh gerakan ini cukup sulit dilaksanakan
mengingat sistem hak,sistem peraturan-peraturan yang diterapkan di negara
Liberalisme sudah (built in) yaitu
sudah mapan dan masyarakat di negara tersebut telah mempercayainya meskipun
mereka hanya menjadi korban atas segala sesuatu yang telah (built in) di dalam
negara tersebut. Sehingga hak-hak tersebut menurut saya dalam pelaksanaannya
sulit untuk diterapkan apabila tidak dilaksanakan secara benar-benar.
C.
PENUTUP
Critical Legal Studies terdiri dari
berbagai macam pemikiran yang dikemukakan oleh banyak ahli hukum.
Pemikiran-pemikiran tersebut bervariasi dari pemikiran yang bercirikan marxian
ortodok sampai pada pemikiran post-modern. Namun ada beberapa kesepahaman
antara pemikiran-pemikiran tersebut, yaitu ketidakpercayaan terhadap netralitas
hukum, struktur sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi kelompok
tertentu, dan keinginan untuk merombak struktur sosial. Oleh karena hal-hal
tersebut maka Critical Legal Studies menawarkan suatu konstruktif pemikiran
mereka terhadap segala kritik-kritiknya terhadap netralitas hukum, struktur
sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi kelompok tertentu, selain itu
gerakan ini juga menawarkan suatu hak-hak bagi masyarakat yang diperlakukan
tidak adil sebagai pengaruh dari liberalisme hukum yang diantaranya hak destabilisasi,hak imunitas , hak
solidaritas , dan hak pasar.
Kelebihan
buku ini :
1. Buku ini mengandung
pemikiran-pemikiran baru dan suatu kritik
yang menurut saya bagus, karena
di dalam buku ini pemikiran-pemikiran tersebut serta
kritik-kritik tersebut memang ditujukan pada sesuatu yang benar adanya terjadi menurut saya bukan hanya
terjadi di negara maju saja namun banyak sekali
terjadi di negara berkembang contohnya saja mengenai kelas-kelas sosial serta ketidak netralan hukum
saat ini.
2. Kekritisan
Critical Legal Studies dalam memahami
realitas sosial dan tata hukum
serta komitmen untuk mengembangkan teori hukum untuk merombak struktur sosial yang hierarkhis adalah
kelebihan utama gerakan Critical Legal Studies
dalam buku karya Roberto Unger ini. Kekuatan ini diwujudkan dalam bentuk analitis kritis terhadap tata hukum,
nilai-nilai dan rasio-rasio hukum yang
digunakan oleh para hakim yang selama ini disebut netral dan benar secara obyektif namun pada kenyataanya
tidak sesuai dengan yang selama ini
disebut netral dan benar secara obyektif.
3. Buku
ini mencoba menawarkan pula berbagai alternatif dari kritik-kritik yang telah gerakan ini utarakan diantaranya
doktrin deviasi,penetapan kembali demokrasi
dan pasar serta revolusi politik dan kebudayaan.
Kekurangan
buku ini :
1. Buku
ini merupakan buku yang tidak mudah dibaca karena setiap kata atau kalimat yang susah untuk dipahami.
2. Buku
ini mengandung pemikiran-pemikiran kritis namun sebagaimana pemikiran kritis yang lain, apabila tidak
digunakan secara tepat dengan mengingat
tujuan dan penggunaan, kritisisme bisa berujung pada nihilisme. Atau paling tidak terjebak pada lingkaran
kritik tanpa ujung dalam tingkatan wacana
saja. Dengan kata lain , buku ini piawai dalam mendekonstruksi .Namun untuk melakukan rekonstruksi
terhadap apa yang telah di kritik masih minim
akan pelaksanaanya.
[1]
Munir Fuady,Aliran Hukum Kritis Paradigma
Ketidakberdayaan Hukum,(Bandung:Citra Aditya
Bakti,2003),hlm4.
[2]
Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum
Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm. XVI.
[3] Otje
Salman,Teori Hukum mengingat,mengumpulkan
dan membuka kembali ,(Bandung:Refika
Aditama,2009),hlm.126.
[4]
Munir Fuady,Filsafat dan Teori Hukum
Postmodern,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2005),hlm.160-161.
[5]
Mukhtie fadjar,Teori-Teori Hukum
Kontemporer, ( Malang:In Trans Publishing,2008),hlm .44-45.
[6]
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis Paradigma
Ketidakberdayaan Hukum,(Bandung:Citra Aditya
Bakti,2003),hlm.5.
[7]
Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum
Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.XXVII.
[8]
Muchammad Ali Syafaat.”Gerakan Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies
Movement)”. http://lingkarstudipolitikhukum.blogspot.com/2007/09/gerakan-studi-hukum-kritis-critical.html.19/10/2011
[9]
Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum
Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.5.
[10]
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum
Progresif ,(Jakarta : Kompas Media Nusantara,2008) ,hlm 10.
[11]
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum
Progresif ,(Jakarta : Kompas Media Nusantara,2008) ,hlm 10.
[12]
Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum
Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.16.
[13]
Ibid,hlm.26.
[14]
Muchammad Ali Syafaat.”Gerakan Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies
Movement)”. http://lingkarstudipolitikhukum.blogspot.com/2007/09/gerakan-studi-hukum-kritis-critical.html.19/10/2011
[15] Otje
Salman,Teori Hukum mengingat,mengumpulkan
dan membuka kembali ,(Bandung:Refika
Aditama,2009),hlm.129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar