Sabtu, 29 September 2012

"KONSTITUSI" oleh:Riski Febria Nurita


A. Tentang Konstitusi
            Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang tentang konstitusi, yaitu dalam :
1. Perkataan Yunani Kuno ( Aristoteles ) à ‘Politeia’  konstitusi sebagai “the natural frame of
the state” .[1]
2. Perkataan Romawi Kuno (Cicero ) à ‘’Constitutio’ dalam masa ini konstitusi mulai
dipahami sebagai sesuatu yang berada di luar dan bahkan di atas negara. Tidak seperti
masa sebelumnbya , konstitusi mulai dipahami sebagai ‘lex’ yang menentukan
bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip ‘the higher  
law’. Prinsip hirarki hukum juga makin dipahami secara tegas kegunaannya dalam
praktek penyelenggaraan kekuasaan.[2]
3. Zaman Islam à Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat
dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern adalah piagam Madinah.
dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad saw dengan wakil-wakil
penduduk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Yasrib, nama kota
Madinah sebelumnya , pada tahun 622M.[3]
      Dasar yang paling tepat dan kokoh bagi sebuah negara adalah sebuah negara konstitusional (Constitutional state) yang bersandar kepada sebuah konstitusi yang kokoh pula. Konstitusi yang kokoh hanyalah konstitusi yang jelas faham konstitusinya atau konstitusionalismenya, yaitu yang mengatur secara rinci batas-batas kewenangan dan kekuasaan lembaga Legislatif,eksekutif,dan Yudisial secara :[4]
1. seimbang dan saling mengawasi ( checks and balances )
2. memberikan jaminan yang luas dalam arti penghormatan ( to respect )
3. perlindungan ( to protect )
4. pemenuhan ( to fulfill ) hak warga negara dan HAM.
           Dengan demikian Negara pada umumnya memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu naskah yang tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar.  Undang-undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat , tetapi tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan . Namun para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris.[5]
           Konstitusi Inggris menurut Phillips Hood and Jackson adalah suatu bangun aturan , adat istiadat,kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan dan kekuasaan organ negara dan yang mengatur hubungan-hubungan di antara berbagai organ negara itu satu sama lain , serta hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.[6]
            KC Wheare mengartikan konstitusi biasanya digunakan paling tidak dalam dua pegertian . Pertama , kata ini digunakan untuk menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara , kumpulan berbagai peraturan yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat legal, dan sebagian bersifat non-legal atau ekstra legal , yang berupa kebiasaan , saling pengertian , adat atau konvensi , yang tidak diakui oleh pengadilan sebagai hukum namun tidak kalah efektifnya dalam mengatur ketatanegaraan dibandingkan dengan apa yang secara baku disebut hukum. Di hampir semua negara , sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan legal dan non-legal ini, sehingga kita bisa menyebut kumpulan peraturan ini sebagai “ Konstitusi “.[7]
            Wheare, dalam bukunya Modern Constitution, mengatakan :
“…it use to describe the whole system of government of a country,the collection of rules which establish and regulate or govern the government”[8]

Dengan demikian terdapat dua dimensi pemahaman yang diberikan . Pertama, konstitusi merupakan gambaran keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara ( the whole system of government of a country ) , dan Kedua , konstitusi merupakan kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan suatu negara ( the collection of rules which establish and regulate or govern the government ).
            Istilah Konstitusi berasal dari bahasa Perancis yaitu constituer , yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah berkaitan dengan pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu Negara. [9] Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional , dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Pengertian konstitusi , dalam praktek dapat berarti lebih luas daripada pengertian Undang-undang Dasar , tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian Undang-undang Dasar.[10]
            Berikut ini beberapa ahli hukum yang mendukung antara yang membedakan dengan yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar . Penganut paham yang membedakan pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar antara lain Herman Heller dan F.Lassalle. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi 3 yaitu :[11]
1. Die Politische Verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit.
Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan . Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2. Die Verselbstandigte rechtsverfassung
Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat . Jadi
mengandung pengertian yuridis.
3. Die geshereiben verfassung
Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang
berlaku dalam suatu negara.
Dari pendapat Herman Heller tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jika pengertian undang-undang itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi , maka artinya Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis saja. Di samping itu konstitusi itu tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi mengandung pengertian logis dan politis.
            F.Lassale dalam bukunya Uber Verfassungwessen,membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :[12]
1. Pengertian sosiologis atau Politis (Sosiologische atau politische begrip).
 Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang nyata (derele machtsfactoren)
dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-
kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara . Kekuasaan tersebut dia
ntaranya : raja ,parlemen,kabinet,pressure group,partai politik, dan lain-lain,itulah yang se
sungguhnya konstitusi.
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip)
Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
           Dari pengertian sosiologis dan politis , ternyata Lassalle menganut paham bahwa konstitusi sesungguhnya mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar . Namun dalam pengertian yuridis , Lassalle terpengaruh pula oleh paham kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar.
Adapun penganut paham yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar , adalah  CF.Strong dan James Bryce.Pendapat James Bryce sebagaimana dikutip CF Strong dalam bukunya : Modern Political Constitutions menyatakan  konstitusi adalah:[13]
Kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum , dalam hal mana hukum menetapkan :
1. Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanent.
2. Fungsi dan alat-alat kelengkapan.
3. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan
           Kemudian CF Strong melengkapi pendapat tersebut dengan pendapatnya sendiri sebagai berikut :[14]
Konstitusi juga dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan :
1. Kekuasaan pemerintahan ( dalam arti luas).
2. Hak-hak dari yang diperintah
3. Hubungan-antara pemerintah dan yang diperintah ( menyangkut di dalamnya yaitu hak
asasi manusia).
Sedangkan pengertian Konstitusi menurut para ahli hukum lainnya diantaranya :
1. Jacobeen dan Lipman, dalam bukunya Political Science  mendefinisikan konstitusi
sebagai sekumpulan kaidah-kaidah atau pola-pola yang mengatur hubungan legal dari
pemerintah kepada warga negaranya.[15]
2. RH Soltau ,dalam bukunya Introduction to polities, menjelaskan bahwa konstitusi adalah
suatu badan dari peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh
pemerintah sebagai instansi negara untuk menjaklankan kekuasaan yang dipercayakan
kepadanya.[16]
3. LJ Van Apeldorn telah membedakan secara jelas pengertian diantara keduanya , kalau
Grondwet ( Undang-undang Dasar) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi,
sedangkan konstitusi (constitution) memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan
yang tidak tertulis.[17]

      Selain itu suatu konstitusi menurut Mr.J.G Steenbeek , sebagaimana dikutip Sri Soemantri dalam disertasinya , pada umumnya memuat 3 hal pokok,yaitu :[18]
1. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya
2. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental
3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental
Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai :[19]
1. Organisasi negara , misalnya pembagian kekuasaan antara badan
Eksekutif,Legislatif,Yudikatif ; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan
pemerintah negara bagian ; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi
oleh satu badan pemerintah dsb.
2. Hak-hak asasi manusia
3. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang
Dasar.
           Dengan demikian , ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian tertulis, kebiasaan  dan konvensi-konvensi kenegaraan ( ketatanegaraan ) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu , dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat , maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja , maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.        
           Dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan –batasannya dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut :
1. Suatu kumpulan atau kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan
kepada para penguasa
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem
politik
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.

B. Tentang Konstitusionalisme
           Konstitusionalisme merupakan suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.[20]
           Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu :[21]
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama ( the general goals of society or
general acceptance of the same philosophy of Government ).
2. Kesepakatan tentang “the rule of law” sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara ( the basis of government ).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan
( the form of institutions and procedures ).
           Kesepakatan (consensus) pertama , yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara.Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan kesamaan – kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah pluralisme atau kemajemukan.
           Kesepakatan kedua , adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas hukum.
           Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan : (a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya , (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain , serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara.
           Prinsip konstitusionalisme modern sebenarnya memang menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip ‘limited government’. Karena itu biasanya , isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur mengenai tiga hal penting , yaitu :[22]
a. menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara
b. mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain
c. mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara dengan warga negara..

C. Tentang Fungsi Konstitusi
           Konstitusi adalah bagian yang inhern dari sistem ketatanegaraan bangsa-bangsa di dunia , meminjam ungkapan CF.Strong , The Rise of Constitutional state is essentially an historical process. Kehadiran konstitusi merupakan condition sine quanon (syarat mutlak) bagi sebuah negara. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan penjelasan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara , lebih dari itu di dalamnya ditemukan relational dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara. Konstitusi merupakan social contract antara yang diperintah ( rakyat ) dengan yang memerintah ( penguasa,pemerintah ) . Oleh karena itu Aristoteles dalam bukunya yang cukup terkenal yaitu Politics, mengemukakan , bahwa perundangan terbaik yang disetujui oleh warga tidak akan banyak berarti , jika tidak dilandaskan secara efektif pada prinsip dasar konstitusi.[23]
           Untuk itu sebuah konstitusi memiliki fungsi dari beberapa ahli hukum diantaranya :
1. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie , fungsi konstitusi diperinci sebagai berikut :[24]
a. fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara
b. fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
c. fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara
d. fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
    penyelenggaraan kekuasaan negara
e. fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli ( yang
   dalam sistem demokrasi adalah rakyat ) kepada organ negara
f. fungsi simbolik sebagai pemersatu  ( symbol of unity ) , sebagai rujukan identitas dan
   keagungan kebangsaan ( identity of nation ) , serta sebagai center of ceremony
g. sarana pengendalian masyarakat ( social control ) , baik dalam arti sempit hanya di
   bidang politik , maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi
h.sebagai sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat.

2. Menurut Prof.A.Mukthie Fadjar, fungsi konstitusi diperinci sebagai berikut :[25]
a. fungsi Ideologis (ideological function) ,dalam hal ini konstitusi memerlukan suatu  
     komitmen terhadap suatu ideologi tertentu , misalnya di Indonesia Pancasila
b. fungsi nasionalistis (nasionalistic function), dalam fungsi ini konstitusi berfungsi
    memelihara Nasionalisme negara , yakni rasa persatuan dan kesatuan akan
    identitas  nasional lewat bendera,lambang,dan lagu kebangsaan, maka disebut   
    pula  “fungsi  integrasi” dari konstitusi
c. fungsi struktur (structuring function) , yakni membangun harapan-harapan politk
    dan bagaimana harapan-harapan tersebut akan diwujudkan , dalam hal ini juga
    disebut “fungsi orientasi” dari konstitusi
d. fungsi publikatif (publicative function) , yakni sebagai bukti kelahiran (birth
    sertivicate) suatu negara untuk menunjukkan eksistensinya dalam komunitas 
    international
e. fungsi rasionalisasi (rationalizing function) , yakni konstitusi mengekspresikan 
    tujuan-tujuan politik dalam terminology dan formulasi hukum
f. fungsi registrasi (registration function), dalam hal ini , konstitusi merekam berbagai
    perkembangan  dan konflik politik yang terjadi di suatu negara
g. fungsi symbol (symbol function) , yakni konstitusi berfungsi memberikan inspirasi
    bagi masyarakatnya atas kebutuhan manusia akan hak asasi manusia , keadilan ,
    rule of law , demokrasi dan sebagainya
h. fungsi pembatas (barrier function) , yakni mencegah atau memberi batasan agar
    perubahan-perubahan politik dan kenegaraan tidak berlangsung secara anarkis.

D. Tentang Teori Pembentukan Konstitusi
           Konstitusi yang kokoh bagi sebuah constitutional state juga harus merupakan konstitusi yang legitimate , dalam arti proses pembuatannya harus secara demokratis , diterima dan di dukung sepenuhnya oleh seluruh komponen masyarakat dari berbagai aliran dan faham , aspirasi dan kepentingan. Haysom mengemukakan adanya empat cara proses pembuatan konstitusi yang demokratis yaitu :[26]
1. by a democratically constituted assembly
2. by a democratically elected parliament
3. by popular referendum ; dan
4. by popularly supported constitutional commission
           Jika kita mengkaji asal-muasal konstitusi modern , Konstitusi-konstitusi itu , tanpa kecuali , dalam prakteknya , disusun dan diterapkan karena rakyat ingin membuat permulaan yang baru , yang berkaitan dengan sistem pemerintahan mereka. Sebagaimana Austria , Hongaria atau Cekoslovakia setelah tahun 1918 , komunitas-komunitas itu terbebas dari Kerajaan sebagai akibat dari sebuah peperangan dan sekarang bebas memerintah diri mereka sendiri ; atau karena sebagaimana Perancis pada 1789 dan Uni Soviet pada 1917 , sebuah Revolusi menghancurkan masa lalu dan rakyat menghendaki sebuah bentuk pemerintahan baru yang berdasarkan asas-asas baru atau karena , sebagaimana di Jerman setelah tahun 1918, kekalahan perang telah menghancurkan kelangsungan hidup pemerintah dan diperlukan sebuah permulaan yang baru setelah perang . Karena alasan yang sama , ingin memulai lagi dan paling tidak mereka menulis garis besar sistem ketatanegaraan yang mereka usulkan maka diperlukanlah sebuah Konstitusi.[27]
           Konstitusi-konstitusi itu , dalam batas tertentu , biasanya diberi status yang lebih tinggi , sebagai kenyataan hukum , daripada peraturan-peraturan hukum yang lain dari sistem ketatanegaraan.[28] Ketika didapati bahwa semua peraturan hukum yang dimaksudkan untuk mengatur ketatanegaraan secara hukum berposisi sejajar dengan hukum biasa atau disebut (ordinary law) , maka negara tersebut pada dasarnya tidak mempunyai konstitusi sama sekali.
           Banyak negara merasa perlu menempatkan konstitusi pada posisi lebih tinggi secara hukum daripada peraturan-peraturan hukum yang lain . Penjelasan singkat tentang fenomena ini ialah bahwa di banyak negara konstitusi dianggap sebagai instrumen yang digunakan untuk mengontrol pemerintahan . Konstitusi muncul dari keyakinan akan pemerintahan yang dibatasi (limited government).
           Seperti pembentukan konstitusi di Indonesia yang penuh dengan perjuangan mulai dari proses perancangannya hingga pengesahannya.yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) Bada penyelidik itulah yang kemudian membentuk “hukum Dasar” , yang direncanakan diperuntukkan bagi negara Indonesia merdeka . Hukum Dasar hasil karya BPUPKI itu oleh sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)18 Agustus 1945 dijadikan sebagai naskah Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan akhirnya disahkan oleh PPKI dan Undang-Undang Dasar 1945 itulah yang akhirnya menjadi konstitusi di negara kita.[29]
           Konstitusi yang tertua di dunia sebenarnya dari negara Amerika Serikat , konstitusi di negara tersebut lahir pada tahun 1787 setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis bangsa Amerika menyatakan : ‘Kita bangsa Amerika….menobatkan dan menegakkan konstitusi ini bagi Amerika Serikat’. Sejak saat itu praktek penyusunan dokumen tertulis yang berisi prinsip-prinsip organisasi kepemerintahan menjadi sangat lazim dan ‘konstitusi’ pun mempunyai makna seperti ini.[30]
           Konstitusi membentuk institusi-institusi utama pemerintah , seperti legislatif,eksekutif,dan yudikatif, sedangkan penentuan komposisi dan cara  pengangkatan lembaga-lembaga ini seringkali diserahkan pada hukum biasa (ordinary law). Di banyak negara , cabang-cabang penting hukum perundangan seperti pengaturan pemilu,pembagian kekuasaan ,pembentukan departemen pemerintahan,tata laksana pengadilan, tidak ditetapkan , hanya diperlakukan dalam prinsip umum: cabang-cabang hukum konstitusional ini diatur oleh hukum biasa.
           Namun pada kenyataannya ada pula negara yang hingga saat ini tidak memiliki konstitusi contohnya saja negara Inggris , namun bukan berarti negara tersebut tidak berusaha membentuk suatu konstitusi di negaranya namun pada saat rakyat Inggris hendak membentuk suatu konstitusi di negaranya gagal di tengah perjalanannya .

E. Tentang Teori Perubahan Konstitusi
            Secara Umum proses Amandemen dalam sebagian besar Konstitusi Modern dimaksudkan untuk melindungi satu atau lebih dari empat tujuan berikut :[31]
1. Konstitusi hanya boleh diubah dengan pertimbangan yang matang, dan bukan karena
alasan sederhana atau secara serampangan ;
2. Rakyat mesti diberi kesempatan mengemukakan pendapat mereka sebelum dilakukan
perubahan
3. Dalam sistem federal , kekuasaan unit-unit dan pemerintah pusat tidak bisa diubah oleh
satu pihak
4. Hak individu atau masyarakat misalnya hak minoritas bahasa,agama,atau kebudayaan
mesti dilindungi
Di Indonesia sendiri telah tercatat beberapa upaya dalam hal konstitusi diantaranya :
1. Pembentukan Undang-Undang Dasar
2. Penggantian Undang-Undang Dasar
3. Perubahan Undang-Undang Dasar dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar.
Perlu kita ingat bahwa di Indonesia telah terjadi pergantian Undang-Undang Dasar sebanyak empat kali diantaranya :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Konstitusi RIS ( Republik Indonesia Serikat ) 1949
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950
4. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 maka konstitusi di
Indonesia kembali lagi pada Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar, melainkan baru perubahan dalam arti pembentukan , penyusunan , dan penggantian Undang-Undang Dasar. Perubahan dalam artian pembaruan Undang-Undang Dasar, baru terjadi setelah bangsa Indonesia memasuki era Reformasi pada tahun 1998 , yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan digantikan oleh Presiden B.J.Habibie , barulah pada tahun 1999 dapat diadakan perubahan terhadap ndang-Undang Dasar 1945 sebagaimana mestinya.
            Enam klasifikasi konstitusi menurut K.C Wheare yang diikuti oleh Bryce terkait dengan persoalan perubahan yang mencakup aspek prosedural dan substansial diantaranya :[32]
1. Written and unwritten
2. rigid and flexible
3. supreme and subordinate
4. federal and unitary
5. separated powers and fused powers
6. republican and monarchial
Tiga yang pertama lebih terkait dengan prosedur sedangkan tiga yang terakhir lebih terkait dengan substansi. Oleh karena itu atas dasar berbagai teori konstitusi tersebut Sri Soemantri mengemukakan adanya empat aspek yang terkandung dalam perubahan konstitusi , yaitu :[33]
1. Prosedur perubahannya , dalam hal ini berkaitan dengan dengan institusi yang
berwenang melakukan perubahan konstitusi . Terdapat dalam pasal 37 UUD 1945 , kalau
kita kaitkan dengan pandangan KC Wheare dan Bryce , UUD 1945 dikategorikan sebagai
rigid and supreme constitution , karena prosedur perubahannya oleh institusi yang bukan
pembuat undang-undang biasa dan dngan syarat-syarat khusus.
2. Mekanisme perubahannya , apakah dalam menyiapkan perubahan konstitusi dilakukan
sendiri oleh institusi yang berwenang merubah atau atakah dapat di delgasikan kepada institusi lain yang dibentuk oleh institusi yang berwenang dan kemudian instityusi yang berwenang hanya mentapkan / mengesahkan saja. UUD 1945 ternyata tidak menentukan mekanisme tersebut. Dalam praktek sejak perubahan pertama (1999) hingga perubahan keempat (2002) mekanisme diserahkan sepenuhnya kepada MPR melalui tata tertib persidangannya.

3. Sistem perubahan UUD , dalam hal ini menurut teori konstitusi dapat dilakukan melalui :
a. pembaharuan naskah ( perubahan dalam teks menyangkut hal-hal tertentu )
b. penggantian naskah (materi perubahan cukup mendasar dan banyak )
c. melalui naskah tambahan (annex atau adendum) menurut sistem amandemen AS
d. substansi perubahan , yaitu hal-hal apa saja yang dapat diubah / diperbaharui dan hal-
hal apa yang tidak dapat diubah atau harus terus-menerus dipertahankan dalam  
constitutional reform. contoh :
a) Konstitusi Republik V Perancis à melarang perubahan bentuk pemerintahan republic
dan perubahan yang membahayakan integritas wilayah
b) Konstitusi Republik Italia à melarang perubahan bentuk pemerintahan republik
            Berikut merupakan perbedaan konstitusionalisme dalam UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan :[34]

Konstitusionalisme dalam UUD 1945 sebelum perubahan

Konstitusionalisme dalam UD 1945 setelah perubahan

A. Aspek Prosedural/Formal :
a. Konstitusi dimaknai sebagai hukum dasar
(droit constitutionnel) yang mencakup UUD sebagai hukum dasar tertulis (written constitution) dan hukum dasar tak tertulis (unwritten constitution),yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara (penjelasan UUD 1945)
b. UUD bersifat singkat dan supel (flexible
constitution) agar jangan sampai sistem UUD ketinggalan zaman (penjelasan) , maka cara perubahan dibuat rigid oleh suatu lembaga khusus (MPR) dengan demikian konstitusi Indonesia bersifat flexible sekaligus rigid
c. Prosedur penetapan (dan pembentukan)
konstitusi UUD dilakukan oleh suatu lembaga tertinggi negara (MPR)
d. Dari penjelasan UUD 1945 juga dapat kita
simpulkan bahwa kita menganut supreme constitution

A. Aspek Prosedural/Formal :
a. Merupakan konstitusi tertulis
b. Pembentukan konstitusi oleh MPR
c. Perubahan oleh MPR dengan prosedur
yang diperberat (merupakan rigid
constitution)



B. Aspek Substansial/materiil:

a. Asas negara persatuan (integralistik)
b. Negara mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
c. Negara berkedaulatan rakyat dengan
sistem permusyawaratan dan perwakilan
d. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa
e. Negara berdasar atas hukum (rechtstaat)
f. Pemerintah berdasar sistem konstitusi ,
menolak absolutisme
g. Sistem MPR, sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat spenuhnya pemegang kekuasaan negara tertinggi yang menetapkan UUD dan GBHN , memilih Presiden dan Wakil Presiden
h. Negara kesatuan dengan bentuk
pemerintahan Republik
i.  Sistem pemerintahan quasi presidensial,
 yaitu presiden sejajar dengan DPR
j.  Kekuasaan kehakiman yang merdeka
k. Sistem pemerintahan local dengan asas
Desentralisasi dan Dekonsentrasi,
menghormati asal-usul keistimewaan
daerah
l.  Demokrasi ekonomi dengan asas
kekeluargaan
m. Pengakuan HAM



B. Aspek Substansial/ Mateeriil :

a. Dasar negara Pancasila
b. Bentuk negara Kesatuan (tak boleh
diubah)
c. Bentuk pemerintahan Republik
d. Sistem pemerintahan Presidensial
e. Tipe negara hukum
f. Lembaga perwakilan soft bicameralisme (
MPR dengan anggota dari seluruh
anggota DPR dan seluruh anggota DPD)
g. Kedaulatan rakyat
h. Pembagian kekuasaan dengan sistem
checks and balances
i. Independensi kekuasaan kehakiman yang
berada di tangan MA beserta badan-
badan peradilan di bawahnya dan MK
j. Sistem pemerintahan local dengan otonomi
 seluas-luasnya
k. Sistem demokrasi ekonomi
l. Pengaturan HAM yang cukup lengkap


Perubahan UUD 1945 yang berlangsung sebanyak empat kjali berturut-turut , yaitu perubahan pertama (1999) , perubahan kedua (2000) ,perubahan ketiga (2001) dan perubahan keempat (2002). Perubahan-perubahan tersebut menganut lima prinsip dasar, yaitu :[35]
1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945
2. Tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
4. Meniadakan penjelasan dan memasukkan hal-hal normatif penjelasan ke dalam pasal-
pasal UUD
5. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara Adendum
            Berkenaan dengan prosedur perubahan Undang-Undang Dasar dianut adanya tiga tradisi yang berbeda antara satu negara dengan negara lain diantaranya :[36]
Pertama, kelompok negara yang mempunyai kebiasaan mengubah materi Undang-Undang
Dasar dengan langsung memasukkan (insert) materi perubahan itu ke dalam naskah UUD. Contohnya konstitusi Perancis ,yang biasa disebut Konstitusi Tahun 1958 yaitu menambahkan ketentuan mengenai pemilihan presiden secara langsung , serta perluasan ketentuan mengenai referendum , sehingga keseluruhan materi perubahan itu langsung dimasukkan ke dalam teks konstitusi.
Kedua, Kelompok-kelompok negara yang mempunyai kebiasaan mengadakan penggantian
naskah Undang-Undang Dasar . Di lingkungan negara-negara ini , naskah konstitusi sama sekali diganti dengan naskah baru , seperti pengalaman Indonesia dengan konstitusi RIS tahun 1949 dan UUDS tahun 1950. Pada umumnya negara-negara demikian ini terhitung sebagai negara yang sistem politiknya belum mapan dan masih bersifat ‘trial and error’.
Ketiga, yaitu perubahan konstitusi melalui naskah yang terpisah dari teks aslinya yang disebut sebagai amandemen kesatu,kedua,ketiga,keempat dan seterusnya. Dengan tradisi demikian , naskah asli Undang-Undang Dasar tetap utuh , tetapi kebutuhan akan perubahan hukum dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan adendum tambahan terhadap naskah asli tersebut . Dapat dikatakan tradisi perubahan demikian memang dipelopori oleh Amerika Serikat , dan tidak ada salahnya negara-negara demokrasi yang lain termasuk Indonesia untuk mengikuti prosedur yang baik seperti itu.


F. Reformasi Konstitusi Mulai Dari 1998-2002 Beserta Problematikanya
1. Amandemen Pertama UUD Negara RI Tahun 1945
            Menjelang pemilu 1999, intensitas konflik politik makin meningkat. Kondisi tersebut berlanjut sampai dengan pelaksanaan proses amandemen pertama UUD RI 1945 pada sidang umum MPR tanggal 1 sampai dengan 20 Oktober 1999. Jadi, dalam situasi inilah proses amandemen pertama UUD RI 1945 berlangsung. Dalam konteks seperti itu, sulit rasanya untuk berharap banyak bahwa proyek amandemen ini bisa berfungsi sebagai jawaban terhadapnya berhentinya praktek-praktk demokrasi dalam kehidupan kenegaraan atau apa yang disebut dengan constitutional cul de sac (kebuntuan konstitusi).
            Penilaian tersebut setidaknya didasarkan pada beberapa hal. Pertama, ada kesan bahwa proyek amandemen ini tidak ditangani secara serius.Artinya, reformasi konstitusi tidak diletakkan dalam posisi yang relatif penting untuk ditangani secara sungguh-sungguh dibandingkan dengan persoalan-persoalan lain yang dialami bangsa Indonesia. Kedua,proyek Amandemen ini ditangani oleh kalangan MPR, ada kesan bahwa persoalan reformasi konstitusi ini terpaksa harus disesuaikan dengan langgam dan kepentingan kerja lembaga perwakilan rakyat ini.[37]
1.1 Tujuh Prioritas Amandemen Pertama UUD Negara RI 1945
            Pada tanggal 7 Oktober 1999, Panitia Ad Hoc (PAH) III Badan Pekerja (BP) MPR menyepakati tiga persoalan utama. Pertama,semua fraksi MPR menyepakati untuk melakukan Amandemen UUD RI 1945. Kedua, menyangkut ruang lingkup amandemen. PAH III menyepakati bahwa pembukaan UUD RI 1945tidak diubah, yang diubah adalah batang tubuh dan penjelasan UUD RI 1945, dan hal-hal yang bersifat normatif dalam penjelasan UUD RI 1945 dimasukkan ke dalam batang tubuh. Ketiga,menyangkut prioritas perubahan UUD RI 1945, yaitu hal-hal yang mendesak. Hal-hal yang mendesak tersebut terdiri atas tujuh prioritas dalam pembahasan perubahan UUD RI 1945.
            Tujuh prioritas tersebut adalah pertama,pemberdayaan mengenai lembaga tertinggi negara (MPR). Prioritas kedua adalah pengaturan kekuasaan pemerintah negara dan pembatasan masa jabatan presiden. Prioritas ketiga adalah peninjauan kembali lembaga tinggi negara dengan kekuasaan konsultatif (DPA), keempat mengenai pemberdayaan lembaga legislatif (DPR). Prioritas kelima,pemberdayaan lembaga auditing financial (BPK). Keenam pemberdayaan dan pertanggung jawaban lembaga kehakiman dan ketujuh, pembahasan mengenai Bank Indonesia dan TNI/Polri.[38]
2. Amandemen Kedua UUD Negara RI 1945
            Pasca penetapan perubahan pertama UUD RI 1945pada Sidang Umum MPR 1999 tanggal 19 Oktober 1999, MPR berdasarkan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1999, menugaskan BP MPR untuk melanjutkan perubahan UUD RI 1945. Pada bagian konsideran point C, ketetapan tersebut berbunyi bahwa :
Waktu yang tersedia untuk melakukan perbahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melakukan perubahan sesuai dengan dinamika dan aspirasi masyarakat
Kemudian, pada Pasal 2 ditegaskan bahwa :
“Rancangan perubahan dimaksud, harus sudah siap untuk disahkan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus Tahun 2000”.[39]
2.1 Catatan Atas Pemandangan Umum Fraksi Dalam Amandemen Kedua
            Dari 11 fraksi yang memberikan pandangan tentang materi pada amandemen kedua UUD RI 1945 terlihat adanya kecenderungan keinginan dari mayoritas fraksi untuk memperkuat posisi lembaga perwakilan (MPR dan DPR) dan “memperlemah” posisi eksekutif (presiden) dengan berbagai macam ketentuan yang mengikat posisinya, baik sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara.
            Disamping itu, pandangan mayoritas fraksi cenderung melihat bahwa amandemen terhadap UUD RI 1945 berdasarkan perubahan pasal per pasal, bukan perubahan substansi dari UUD RI 1945. Terlihat bahwa perubahan batang tubuh hanya berdasarkan pasal atau bab yang dipandang tidak relevan lagi tanpa tanpa memberdasarkan pasal atau bab yang dipandang tidak relevan lagi tanpa melihat jiwa atau kandungan substansi yang selama ini menjadi titik persoalan.
            Bagian yang sangat menarik adalah sikap fraksi atas otonomi daerah. Semua fraksi setuju akan adanya otonomi daerah seluas-luasnya dan sikap tegas pemerintah pusat terhadap kewenangan yang dimiliki oleh daerah dan pembagian yang merata antara pusat dan daerah.
            Wacana gender dan realitas keberpihakan “iklim politik” Indonesia atas kesetaraan dalam setiap pengisian jabatan pada tingkat lembaga negara, cenderung melupakan persoalan ini dan menganggap realitas tersebut sebagai bagian dari hak asasi manusia yang tidak perlu mendapat tempat khusus dalam UUD.
2.1 Hasil Pembahasan Amandemen Kedua
            Dari 20 bab yang diagendakan untuk dibahas dalam komisi A, ternyata hanya 12 bab yang sempat disentuh itu pun hanya sempat menyelesaikan 7 bab saja. Komisi A sepakat agar BP MPR melanjutkan pembahasan perubahan UUD RI 1945 sesuai bahan-bahan yang telah disiapkan. Pembahasan materi bab-bab yang dipersiapkan oleh BP MPR yang masih ada dan belum sempat dibahas dalam rapat pleno komisi A adalah sebagai berikut :[40]
1. Bab Bentuk Dasar dan Kedaulatan
2. Bab Kekuasaan Pemerintahan Negara
3. Bab Majelis Permusyawaratan rakyat
4. Bab Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional
5. Bab Pendidikan dan kebudayaan
6. Bab Agama
7. Bab Perubahan Undang-Undang Dasar
8. Bab tentang Dewan Pertimbangan Agung
Pada rapat paripurna ke-9, Sidang Tahunan MPR tahun 2000 tanggal 19 Agustus 2000, MPR berhasil menetapkan amandemen kedua UUD RI 1945.
3. Amandemen Ketiga UUD Negara RI 1945
            Pasca Sidang Tahunan MPR 2000, Badan Pekerja (BP) MPR telah berhasil menyelesaikan dan menyepakati untuk tetap mempertahankan hasil perubahan pertama dan perubahan kedua UUD RI 1945.Di samping itu, BP MPR juga telah menyelesaikan perumusan terhadap 12 bab rancangan perubahan ketiga UUD 1945. Hasil rumusan tersbut, terdiri atas Bab I sampai dengan Bab IX dan penambahan Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah,Bab VIB tentang Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA tentang Badan pemeriksa Keuangan.
            Menyangkut proses amandemen UUD RI 1945, terdapat dua hal yang berkaitan dengan rancangan perubahan UUD RI 1945 hasil BP MPR. Pertama, terdapat materi rancangan perubahan dalam bentuk sebuah rumusan yang telah disepakati oleh semua fraksi majelis, dan materi rancangan perubahan yang terdiri atas rumusan, berupa alternatif-alternatif karena belum tercapainya kesepakatan oleh fraksi-fraksi majelis. Kedua,terdapat penulisan huruf berbeda-beda pada rancangan perubahan ketiga UUD RI 1945 yang menggambarkan perubahan status materi.
            Bagian yang terpenting dari hasil kerja BP MPR sejak selesainya Sidang Tahunan MPR tahun 2000 adalah beberapa materi yang sangat fundamental dalam menata sistem ketatanegaraan Indonesia. Materi tersebut adalah mengenai kelembagaan MPR, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dalam satu paket, pembentukan Dewan Perwakilan daerah, kewenangan Mahkamah Agung yang diperluas termasuk hak uji materiil terhadap undang-undang, serta pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Materi-materi tersebut, merupakan substansi perdebatan yang cukup a lot pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 yang digelar pada tanggal 1-10 November 2001 lalu.
3.1 Catatan Atas Amandemen Ketiga
            Kegagalan MPR untuk mengesahkan materi amandemen UUD RI 1945 menyangkut susunan keanggotaan MPR, peranan MPR memilih presiden dan wakil presiden dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden,dalam hal tidak ada pasangan yang terpilih pada pemilihan umum;posisi utusan golongan;pengisian kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden;DPA;mata uang bank sentral, yang semua hal ini ditugaskan pada BP MPR untuk diselesaikan pada Sidang Tahunan MPR 2002, berpengaruh langsung terhadap penilaian publik kepada MPR, khususnya menyangkut keseriusan MPR dalam melanjutkan proses amandemen UUD RI 1945. “ Memanasnya” wacana komisi konstitusi merupakan point of return dari persoalan ini.[41]
            Kegagalan mengesahkan perbahan yang merupakan substansi politik yang lebih besar bobotnya dalam UUD RI 1945 ini, terutama menyangkut susunan keanggotaan MPR dan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden akan memengaruhi DPR dan pemerintah dalam mebuat/mengubah undang-undang politik. Tentu saja, dampaknya akan merepotkan KPU dalam mempersiapkan pemilu. Realitas tersebut akan menguatkan posisi tawar (bargaining position) beberapa kalangan yang sejak awal proses amandemen menentang hajatan tersebut, ataupun kalangan yang lebih modernis memilih jalan tengah dengan wacana “konstitusi baru”.[42]
4. Amandemen Keempat UUD Negara RI Tahun 1945
            Ada tiga pemikiran yang berkembang dalam merespons keseluruhan hasil perubahan (amandemen pertama,amandemen kedua,dan amandemen ketiga) UUD RI 1945. Pertama, adanya pemikiran, perubahan UUD RI 1945 telah kebablasan. Penilaian ini secara terbuka diusung Gerakan Nurani Parlemen dan Forum Kajian Ilmiah Konstitusi (FKIK). Alasan yang dikemukakan kelompok ini, perombakan mendasar yang dilakukan MPR tidak sesuai tuntutan reformasi yang hanya menghendaki dilakukan penyempurnaan terbatas UUD RI 1945. Oleh karena itu, mereka meminta MPR menghentikan kegiatan melakukan perubahan terhadap UUD RI 1945. Dari kecenderungan yang ada, bukan tidak mungkin kembali ke UUD RI 1945, sebelum perubahan menjadi target kelompok ini.[43]
            Kedua,melanjutkan proses perubahan keempat dalam Sidang Tahunan MPR. Ini didasarkan amanat dalam Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/2001 bahwa masih dipandang perlu melanjutkan perubahan UUD RI 1945 dalam Sidang Tahunan 2002. Komitmen ini masih menjadi acuan beberapa kekuatan di MPR. Ketiga, melihat kelemahan-kelemahan dalam tiga kali perubahan yang telah dilakukan,perubahan UUD RI 1945 tetap harus berujung pada pembuatan konstitusi baru yang dilakukan oleh sebuah komisi konstitusi independen. Alasan yang dikemukakan pendukung gagasan ini adalah tidak mungkin menyerahkan perubahan hukum dasar kepada MPR yang amat dominan kepentingan politik.
4.1 Pembahasan di Tingkat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR
            Wacana pro-kontra atas rencana amandemen keempat tidak mengurangi tekad PAH I BP MPR untuk melanjutkan proses amandemen UUD RI 1945. Pihak PAH I MPR sendiri merasa optimis bahwa langkah amandemen akan terus berjalan. Berikut pasal-pasal yang telah disepakati oleh semua fraksi MPR ,pasal 8 ayat (3) , pasal 23 B , pasal 24 ayat (3), pasal 31 ayat (4), pasal 31 ayat (5), pasal 32 ayat (1), pasal 32 ayat (2), pasal 33 ayat (3), pasal 33 ayat(4), pasal 33 ayat (5), pasal 34 ayat (2), pasal 34 ayat (3), pasal 37 ayat (1), pasal 37 ayat (2), pasal 37 ayat (3), pasal 37 ayat (5), Aturan Peralihan pasl I,pasal II, Aturan Tambahan (1),(2),(3).[44]

G. Kesimpulan
Konstitusi yang biasa disebut sebagai Undang-Undang Dasar merupakan pegangan tertinggi suatu negara yang berbentuk written constitution maupun unwritten constitution pada umumnya di dalam suatu konstitusi memuat 3 hal pokok diantaranya adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya , ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental , adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Sedangkan konstitusionalisme merupakan suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi biasa disebut (limited government)
      Konstitusi sendiri juga memiliki fungsi yang amat penting bagi suatu negara yang memiliki konstitusi tersebut. Konstitusi dibentuk melalui sistem yang demokratis disusun dan diterapkan karena rakyat ingin membuat permulaan yang baru , yang berkaitan dengan sistem pemerintahan mereka diterima dan di dukung sepenuhnya oleh seluruh komponen masyarakat dari berbagai aliran dan faham , aspirasi dan kepentingan.
            Konstitusi dalam suatu negara pun dapat terjadi perubahan sesuai dengan model perubahan yang dianut oleh masing-masing negara diantaranya langsung memasukkan (insert) materi perubahan itu ke dalam naskah UUD, penggantian naskah Undang-Undang Dasar, dan perubahan konstitusi melalui naskah yang terpisah dari teks aslinya yang disebut sebagai amandemen.

           







Daftar Pustaka
1. Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:Mahkamah
Konstitusi RI dan Pusat Studi  Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI,2004
2. A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi , Jakarta:Konstitusi  
Press,2006
3. K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,Bandung:Nusa Media
4. Jazim Hammidi,Malik,Hukum Perbandingan Konstitusi,Jakarta:Prestasi
Pustaka,2008
5. Nurudin Hady, Teori Konstitusi  dan Negara Demokrasi , Malang:Setara
Press,2010
6. Dahlan Thaib,Jazim Hammidi,Ni’matul Huda,Teori dan Hukum
Konstitusi, Jakarta:Rajawali Pers,1999
7. A.Mukhtie Fadjar,Tipe Negara Hukum, Malang:Bayumedia,2005
8. Tauffiqurrohman Syahuri,Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek
Hukum,Jakarta:Kencana,2011
9. Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi Konstitusi 1998-2002,Bandung:Citra Aditya
Bakti,2007













[1] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,(Jakarta:Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi  
  Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI,2004) hlm3.
[2] Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm 11.
[3] Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm13.
[4] A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi , (Jakarta:Konstitusi Press,2006)hlm.34
[5] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm 17.
[6] Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm 17.
[7] K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,(Bandung:Nusa Media),hlm 1.
[8] KC Wheare,Modern Constitution,(London:Oxford University Press,1975),hlm1 sebagaimana dikutip dalam   Jazim Hammidi,Malik,Hukum Perbandingan Konstitusi,Jakarta:Prestasi Pustaka,2008)hlm.89
[9] Nurudin Hady, Teori Konstitusi  dan Negara Demokrasi ,(Malang:Setara Press,2010)hlm.3.
[10] Dahlan Thaib,Jazim Hammidi,Ni’matul Huda,Teori dan Hukum Konstitusi,(Jakarta:Rajawali Pers,1999),hlm7.
[11] Ibid,hlm9.
[12] Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op cit,hlm.1o.
[13].Ibid,hlm 11
[14] Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op cit,hlm.12.
[15] A.Mukhtie Fadjar,Tipe Negara Hukum,(Malang:Bayumedia,2005),hlm.79.
[16] Ibid,hlm.79.
[17] Nurudin Hady, Teori Konstitusi  dan Negara…,op cit,hlm.2.
[18] Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op cit,hlm.16
[19] Dahlan Thaib, Ibid,hlm.17

[20] Dahlan Thaib,Ibid,hlm.1.
[21] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm 21.

[22] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm 24.

[23] Nurudin Hady, Teori Konstitusi  dan Negara…,op cit,hlm.12.

[24] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm 27-28
[25] Nurudin Hady, Teori Konstitusi  dan Negara…,op cit,hlm.xii.

[26] A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op cit hlm.35
[27] K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,(Bandung:Nusa Media),hlm 10.
[28] Ibid,hlm.7.
[29] Tauffiqurrohman Syahuri,Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum,(Jakarta:Kencana,2011),hlm.3-8.
[30] K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,op cit,hlm .4.                                   
[31] K.C Wheare,Ibid ,hlm .128.

[32] A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op cit hlm.16-17

[33] Ibid,hlm 17-18
[34] A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op cit hlm.36 -37 dan  41

[35] A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op cit hlm.40


[36] Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm 42-44

[37] Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi Konstitusi 1998-2002,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2007)hlm 85
[38] Suharizal,Firdaus,Refleksi ReformasiIbid,hlm 111-112
[39] Ibid,hlm119
[40] Bab yang telah dibahas antara lain : Bab VI Pemerintahan Daerah,Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara,Bab XV Bendera,Bahasa,dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,Bab VII Dewan Perwakilan Rakyat,Bab menyangkut kekuasaan kehakiman dan Penegakkan Hukum.
[41] Suharizal,Firdaus,Refleksi ReformasiIbid,hlm 202
[42] Ibid,hlm 202-203
[43] Ibid,hlm 206
[44] Ibid,hlm 210-212
ud� [hkmp� @ޫ Hukum     
  UII,2004), hlm 32-33
[8] Bagir Manan,Ibid,hlm 33
[9] Ibid,hlm 33
[10] Bagir Manan,Ibid,hlm 35
[11] J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah suatu solusi dalam menjawab kebutuhan lokal dan tantangan global,(Jakarta:Rineka Cipta,2007),hlm  2
[12] Sudono Syueb, Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah sejak kemerdekaan sampai era reformasi,(Laksbang Mediatama,2008), hlm 30
[13] Sudono Syueb,Ibid, hlm 31
[14] Sudono Syueb,Ibid, hlm 41
[15] Sudono Syueb,Dinamika Hukum…..,op cit , hlm 47-50
[16] J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah suatu solusi dalam menjawab kebutuhan….,loc cit,hlm 27
[17] J.Kaloh, Ibid, hlm 27
[18] Sudono Syueb,Ibid,hlm 53
[19] J.Kaloh,ibid,hlm 27
[20]  J.Kaloh,ibid,hlm 31
[21] J.Kaloh,Ibid,hlm 61
[22] Sudono Syueb,op cit,hlm 73
[23] J.Kaloh,op cit,hlm 80
[24] I Gde Pantja Astawa,Problematika Hukum Otonomi Daerah Di Indonesia,(Bandung: PT Alumni,2008),hlm
50- 51
[25] Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Tentang Hubungan….,loc cit,hlm 76
[26] Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Tentang Hubungan…., Ibid,hlm 80
[27] Ibid,hlm 80
[28] Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,loc cit, hlm 37
[29] Jazim Hamidi,Mustafa Lutfi, Dekonstruksi Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah,(Malang:UB           
    Press,2011),hlm 42
[30] Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,op cit, hlm 39
[31] Ahmad Yani,Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia,(Jakarta:RajaGrafindo            Persada,2008),hlm 40
[32] Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,loc cit, hlm 45
[33] Jazim Hamidi,Mustafa Lutfi, Dekonstruksi Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah,loc cit,hlm 93