Senin, 30 Juli 2012

SEKILAS TENTANG BUKU YANG BERJUDUL "CRITICAL LEGAL STUDIES MOVEMENT" (buah pikir Roberto.M.Unger)


A. PENDAHULUAN

            Buku yang saya Resensi ini judul aslinya adalah “ Critical Legal Studies Movement “ , karya dari Roberto Mangabeira Unger beliau merupakan salah seorang peletak dasar-dasar teoritis gerakan ini , gerakan ini disebut gerakan CLSM (Critical Legal Studies Movement) yang mulai eksis dalam dekade 1970-an. Gerakan ini merupakan hasil dari suatu konferensi pada tahun 1977 tentang Critical Legal Studies di Amerika Serikat.Para tokoh pendiri gerakan ini sebagian besar merupakan guru besar dari Universitas Harvard salah satunya adalah Roberto.M.Unger sendiri.CLSM ini lahir karena di latar belakangi oleh kultur politik yang serba radikal , CLSM ini merupakan gerakan yang yang mengkritik sistem Liberalisme yang ada di negara mereka sendiri yaitu Amerika Serikat, gerakan ini lahir karena pembangkangan atas ketidakpuasan terhadap teori dan praktek hukum yang ada pada dekade 1970-an itu. CLSM  ini mirip dengan topik bahasan yang telah dilakukan oleh akademisi hukum golongan kiri seperti dari kelompok Neomarxism,The Frankfurt School dll.[1] Namun dalam perkembangannya aliran dari gerakan ini berkembang di berbagai negara-negara di dunia.
            Dalam buku karya Roberto.M.Unger ini saya tertarik pada 3 ide pokok yang dibahas didalamnya. Yang pertama, saya tertarik pada materi mengenai “Kritik CLSM  Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme” saya tertarik dengan ide pokok yang pertama ini karena saya ingin lebih mengetahui secara detail mengapa gerakan Critical Legal Studies ini mengkritik dan bertentangan dengan sistem hukum yang berada di negara mereka sendiri hal ini penting untuk dibahas karena terdapat 3 inti pandangan dari gerakan ini terhadap paham Liberalisme diantaranya bahwa hukum itu tidak netral , bahwa hukum itu tidak otonom dan bahwa hukum dan politik adalah satu kesatuan . Yang kedua, saya tertarik pada materi mengenai “ Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme Menuju Ke Konstruksi “ , ide pokok kedua ini saya angkat guna mengetahui lebih jauh mengenai  penawaran-penawaran atau alternatif apa saja dari gerakan ini yang diberikan kepada masyarakat dari kritik-kritik yang telah dikeluarkan oleh gerakan ini terhadap paham Liberalisme, ide pokok kedua ini penting sekali untuk diangkat sehingga kita bukan hanya membahas masalah kritik-kritik gerakan Critical Legal Studies ini terhadap paham Liberalisme namun kita juga memahami solusi-solusi dan alternatif yang ditawarkan gerakan ini terhadap paham Liberalisme yang dianut di negara mereka sendiri. Yang ketiga , saya tertarik pada materi mengenai “ Hak-Hak Yang diberikan Kepada Masyarakat di Negara Yang Menganut Paham Liberalisme” Ide pokok yang ketiga ini merupakan penawaran dari para tokoh gerakan ini yang diwujudkan dalam bentuk hak diantaranya yang terkenal yaitu mengenai pemberian Hak Destabilisasi yang akan saya bahas dalam ide pokok yang ketiga ini.

B. PEMBAHASAN IDE POKOK

1.IDE POKOK KE-1
“Kritik Gerakan Critical Legal Study Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme”
            Pada dasarnya gerakan ini dipersatukan oleh ketidakpuasan terhadap tradisi pemikiran hukum yang saat itu dominan , yakni pemikiran hukum liberal ( Liberal Legal though ) Sehingga gerakan Critical Legal Studies yang berwatak oposan ini secara radikal menggugat teori , doktrin , atau asas-asas yang dikenalkan dalam tradisi liberal diantaranya yang paling mereka kritisi yaitu[2] :
1. Netralitas Hukum ( Neutrality of law )
2. Otonomi Hukum ( Autonomy of law )
3. Pemisahan hukum dengan politik ( Law politics distinction ).
            Selain dari ketiga hal diatas gerakan Critical Legal Studies ini mengajukan kritik keras terhadap tradisi-tradisi hukum liberal yang lainnya diantaranya terhadap objektivisme,formalisme.
            Selain negara yang di kritik di dalamnya perekonomian di negara-negara menganut paham liberalisme pun turut di kritik pula . Pada umumnya negara liberal menganut perekonomian yang serba kapital dimana perekonomian hanya dikuasai oleh orang-orang yang berkuasa dan yang memang memiliki modal besar. Namun dengan perekonomian yang kapitalis itu yang menghancurkan perekonomian di negara liberalis itu sendiri , misalnya saja di Amerika Trauma akan krisis ekonomi di tahun 1929 yang sering disebut Great Depression kembali menghantui. Pada saat itu dampak krisis itu menasional bagi rakyat Amerika Serikat, seperti kesulitan keuangan karena lapangan pekerjaan sedikit hingga kelaparan. Efek dari krisis ekonomi dan finansial di USA telah merambat ke negara-negara di Asia dan Eropa. Banyak negara yang memberikan suntikan dana kepada lembaga keuangan supaya tidak tergerus arus krisis Ekonomi yang berasal dari Amerika Serikat.
            Berbagai cara dilakukan hingga melibatkan pelaku politik, banyak kebijakan yang memungkinkan perubahaan aturan dan undang-undang untuk memungkinkan segala cara para CEO tersebut. Bagi pelaku politik keuntungannya adalah mendapatkan dana kampanye dan dukungan.
            Dengan cara ini ekonomi AS berkembang pesat, semua orang mampu membeli kebutuhan hidup. Sehingga AS memerlukan banyak barang. Jika tidak bisa dibuat di dalam negeri maka pesan dari negara lain. Maka tak heran China memiliki cadangan devisa terbesar yaitu 2 triliun USD karena memasok banyak barang
 ke AS.
            Sudah 60 tahun AS membesarkan perusahaan seperti itu, yang merupakan bagian dari ekonomi kapitalis sehingga AS menjadi penguasa dunia. Tapi itu belum cukup, segala hal harus yang terbaik, terkomputerisasi, bonus yang sudah besar harus dibuat lebih besar lagi. Disinilah ketamakan AS terlihat. Baik dari segi hukumnya maupun dari segi ekonominya inilah yang menjadi kritik utama gerakan Critical Legal Studies Movement ini.
            Ide pokok yang pertama ini saya akan mencoba menguraikan satu persatu terhadap pemikiran atau tradisi dari hukum liberal yang dikritisi oleh gerakan Critical Legal Studies ini.
1.1 Netralitas Hukum ( Neutrality of law )
            Para penganut Critical Legal Studies berpendapat bahwa hukum tidak netral, dan hakim hanya berpura-pura , atau percaya secara naïf bahwa dia mengambil putusan yang netral dan tidak memihak dengan mendasari putusannya pada undang-undang , yurisprudensi atau prinsip-prinsip keadilan. Padahal , mereka selalu bias dan selalu dipengaruhi oleh ideologi, legitimasi, dan mistifikasi yang dianutnya untuk memperkuat kelas yang dominan. Dengan kata lain , hukum dari mulai proses pembuatan sampai kepada pemberlakuannya selalu mengandung pemihakan.[3] Hukum mencari legitimasi dengan cara yang salah yaitu dengan jalan mistifikasi , dengan menggunakan prosedur yang hukum yang berbelit, dan bahasa yang susah dimengerti, yang merupakan alat pemikat sehingga pihak yang ditekan oleh yang punya kuasa cepat percaya bahwa hukum adalah netral.Untuk lebih jelas nya kritik gerakan Critical Legal Studies terhadap netralitas hukum dapat dilihat pada table dibawah ini[4] : 

HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEKUASAAN


ALIRAN HUKUM KONVENSIONAL

CRITICAL LEGAL STUDIES

MASALAH KEADILAN

Keadilan dapat dicapai karena hukum dapat ditafsirkan dan diterapkan tanpa terpengaruh oleh perasaan/kepentingan hakim/penguasa



Keadilan hanyalah mitos dan retorika yang digunakan oleh penguasa untuk mewujudkan pandangan dan keinginannya.

PERAN HUKUM

Karena hukum netral dan dibuat oleh wakil dari mayoritas masyarakat , maka masyarakat yang diatur hukum lebih baik dari masyarakat yang diatur oleh manusia.

Hukum tidak netral , dan masyarakat tidak pernah diatur oleh hukum , tetapi hukum selalu dibuat , ditafsirkan , dan diterapkan sesuai keinginan para penafsir/penguasa.

PERSAMAAN HUKUM

Hakim tidak berpihak , sehingga setiap orang , miskin atau kaya , diperlakukan sama oleh hukum.

Hukum dibuat dan ditafsirkan sesuai keinginan pihak kuat / kaya , sehingga hukum sangat jarang menghukum pihak kuat/kaya, tetapi sangat sering menghukum pihak lemah/miskin/minoritas.

KEPENTINGAN KAUM MARGINAL

Hukum dapat mencapai keadilan , sehingga dapat terpenuhi kepentingan kaum marginal , seperti golongan minoritas , orang miskin , dan lain-lain.

Kaum marginal tidak terlibat dalam membentuk dan menafsirkan hukum sehingga kepentingannya selalu terabaikan.

KESTABILAN HUKUM

Hukum bersifat stabil dan mengandung kaidah-kaidah yang kemudian ditafsirkan secara :
a. hermeunetik historis  
  ( penafsiran sejarah)
b. gramatikal
c. jurisprudensi pengadilan

Hukum tidak pernah stabil , tetapi ditafsirkan sesuai kepentingan penguasa/hakim yang selalu berubah-ubah.

Sumber : Munir Fuady,Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, hlm.160-161.

1.2 Otonomi Hukum ( Autonomy of law )
            Hukum yang otonom memiliki arti bahwa hukum tidak dipengaruhi oleh politik atau ilmu-ilmu lain . Namun menurut Gerakan Critical Legal Studies ini hukum tidak otonom, karena kepentingan hukum sendiri adalah untuk mendukung ( support ) kepentingan atau kelas dalam masyarakat yang membentuk hukum tersebut. Sehingga kemandirian hukum itu sendiri telah hilang karena dipengaruhi oleh berbagai hal khususnya hal-hal yang bersifat mementingkan kelas-kelas yang berkuasa itu sendiri.

1.3 Pemisahan hukum dengan politik ( Law politics distinction )
            Gerakan Critical Legal Studies menolak akan adanya pemisahan hukum dengan politik. Menurut para penulis gerakan ini , hukum secara tak terhindarkan terikat dengan politik. Para sarjana ahli hukum kritis telah menjelaskan suatu pandangan bahwa hukum “ secara relatif berkuasa “ , karena hukum selalu melayani kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan politik.[5] Maka , ketika hukum menciut ke dalam bidang politik , antara hukum dan politik sudah benar-benar menyatu yang tak dapat dibeda-bedakan lagi.[6]

1.4 Kritik Terhadap Objektivisme Hukum
            Maksud dari objektivisme disini adalah kepercayaan bahwa materi-materi hukum yang otoritatif, seperti sistem perundang-undangan, preseden , dan gagasan hukum yang sudah mapan dan mempertahankan pola hubungan manusia yang dapat dilestarikan.[7] Kritik yang diupayakan oleh Unger ini menantang gagasan mengenai jenis-jenis organisasi social dengan suatu struktur hukum yang built-in ataupun pengganti-penggantinya yang lebih halus namun masih bertahan kuat dalam konsepsi-konsepsi hukum substantive dan doktrin yng berlaku, sebagai   contoh yang dimaksud isi hukum yang sudah built-in yaitu pasar ( sistem ekonomi ). Unger memberikan contoh hukum kontrak yang didasarkan atas prinsip kebebasan untuk memilih dari patner dan ketentuan dan kondisi yang diinginkan para pihak dan counterprinsip tidak boleh meruntuhkan aspek sosial kehidupan bersama dan tidak dilakukannya transaksi dan bargaining yang tidak fair. Namun selalu ada suatu permainan prinsip dominasi dalam hukum kontrak. Pada kenyataanya terdapat unsur dominasi dalam kesatuan.[8]

1.5 Kritik Terhadap Formalisme Hukum
            Formalisme adalah sebuah komitmen kepercayaan terhadap kemungkinan dari sebuah metode pembenaran hukum. Termasuk di dalamnya tujuan yang impersonal, kebijakan dan prinsip-prinsip yang merupakan komponen yang dibutuhkan dalam rasionalisasi hukum . Kritik Unger terhadap formalisme bertitik tolak dari argumen bahwa pemikiran setiap cabang doktrin harus bersandar secara diam-diam, kalau tidak secara eksplisit, pada suatu pemerian bentuk-bentuk interaksi manusia yang benar dan realistis di bidang kehidupan masyarakat tempat doktrin itu berlaku. Misalnya, seorang ahli hukum konstitusi membutuhkan suatu teori republik demokratis yang menggambarkan hubungan yang tepat antara negara dan masyarakat atau ciri-ciri esensial organisasi sosial dan pemberian hak pribadi yang harus dilindungi pemerintah.[9] Tanpa visi pembimbing ini, pemikiran hukum tampak terkungkung dalam permainan analogi murahan. Pertentangan kepentingan dan visi yang banyak ragamnya yang menyangkut pembentukan undang-undang harus merupakan wahana suatu rasionalitas yang dapat diartikulasikan dalam suatu teori tunggal yang terpadu. Teori-teori hukum dominan sebenarnya melakukan penyucian yang berani dan tidak masuk akal dengan mengambil bentuk untuk memperlakukan hukum sebagai suatu tempat penyimpanan tujuan, kebijakan, dan prinsip yang sama sekali bertentangan dengan pandangan percaturan politik legislatif standar.

Pendapat saya terhadap Ide Pokok 1 :
            Ide pokok yang pertama ini saya mengangkat mengenai “Kritik Gerakan Critical Legal Study Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme” , dalam Ide pokok pertama gerakan Critical Legal studies ini give critics terhadap teori , doktrin , atau asas-asas yang dikenalkan dalam tradisi liberal. Diantaranya yaitu mereka menolak bahwa hukum itu netral , bahwa hukum itu sudah tidak otonom , bahwa hukum dan politik adalah satu kesatuan , kritik terhadap objektivisme dan formalisme. Menurut pendapat saya kritik Critical legal Studies ini meskipun banyak ditujukan terhadap sistem hukum di negara-negara maju, yang hukumnya pun sudah relatif maju, seperti Amerika Serikat , tetapi sebenarnya menurut saya kritikan tersebut berlaku juga bahkan lebih relevan jika ditujukan terhadap sistem hukum di negara berkembang seperti di Indonesia.Karena saat ini di Indonesia hukum sudah tidak netral lagi, hukum sudah tidak otonom serta hukum dan politik merupakan satu kesatuan contohnya saja baru-baru ini presiden kita melakukan Ressufle terhadap para menterinya yang bermasalah salah satunya menteri dari partai PKS yaitu Menteri riset dan Teknologi , lalu kemudian partai PKS pun tidak terima apabila menterinya di Ressufle, partai PKS menginginkan apabila menterinya yang bermasalah diganti kembali oleh menteri dari anggota partai PKS yang lainnya dengan dalih bahwa kontrak politik mereka dengan presiden menghasilkan ketentuan bahwa anggota dari partai PKS yang menduduki kursi kabinet haruslah berjumlah sesuai dengan yang mereka sepakati, dan pastilah apabila anggota dari partai tersebut menduduki kabinetnya maka setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pastilah menguntungkan atau memihak golongannya sendiri itu sudah menjadi rahasia umum di negara kita. Dari peristiwa itu saja kita dapat melihat bahwa di Indonesia hukum pun tidak netral dan tidak otonom.
            Apabila kita bandingkan kenyataan ini dengan pemikiran Prof.Satjipto Rahardjo yang dituangkan oleh beliau dalam bukunya yaitu “ Membedah Hukum Progresif “ di dalam buku tersebut diterangkan bahwa pengaturan oleh hukum tidak menjadi sah semata-mata karena ia adalah hukum , tetapi karena mengejar suatu tujuan dan cita-cita tertentu. Di sini diajukan pendapat filsafat , hukum hendaknya bisa member kebahagiaan kepada rakyat dan bangsanya.[10] Didalam buku membedah hukum progresif terbut dituliskan bahwa karakteristik hukum modern yang pada umumnya dipakai di dunia salah satu sifat yang menonjol adalah sifat Rasional. Bahkan Rasionalitas itu bahkan bisa berkembang sedemikian rupa sehingga sampai pada tingkat “ rasionalitas di atas segala-galanya “. Dalam suasana seperti itu tidak heran bila para pelaku penyelenggara hukum mengambil sikap rasional seperti itu pula , pada akhirnya diyakini bahwa hukum sudah dijalankan bila semua orang sudah berpegangan pada rasionalitas itu. Aspek liberal lah yang melahirkan sistem hukum modern dengan mempertahankan netralitasnya . Hal itu dilakukan dengan menggunakan format-rasional. Artinya ia berusaha untuk sama sekali tidak mencampuri proses-proses dalam masyarakat , tetapi berusaha untuk ada diatasnya.[11] 
            Pada dasarnya , masyarakat ingin agar hukum juga aktif member perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya. Dalam buku membedah hukum progresif dikenal sebagai “ Negara Kesejahteraan “ ( welvaarstaat ).

2. IDE POKOK KE-2
“ Dari Kritik Terhadap Pemikiran Hukum Liberalisme Menuju Ke Konstruksi “
            Dalam buku yang saya resensi ini saya mengambil ide pokok yang kedua ini , dimana ide pokok yang kedua ini berisikan hasil konstruktif atas segala kritik-kritik yang telah saya uraikan dalam ide pokok pertama. Hasil konstruktif terhadap kritik tersebut terdiri dari :

2.1 DOKTRIN DEVIASI
            Unger mengatakan bahwa fungsi doktrin hukum dalam masyarakat saat ini adalah bertarung terhadap hak dan bentuk yang memungkinkan dari kehidupan sosial. Kalangan hukum modern telah mencoba menghindari konflik ini tetapi gerakan hukum kritis juga menuntut tidak dilakukan. Dipertahankannya bentuk-bentuk doktrin yang mapan selalu terletak pada tantangan implisit untuk menerima genre yang berkuasa. Kita selalu dihadapkan pada menyerahkan diri pada versi tatanan sosial yang sudah stabil atau menghadapi perang antara semua melawan semua. Doktrin penyimpangan adalah usaha untuk menyeberangi tapal batas empiris maupun normatif yang memisahkan antara hukum dari teori sosial empiris dan argumen mengenai organisasi masyarakat yang benar.[12]

2.2 PENETAPAN KEMBALI DEMOKRASI DAN PASAR
            Hasil konstruktif kritik terhadap objektivisme adalah usaha untuk mencari alternatif cita-cita kelembagaan demokrasi dan pasar dengan menggunakan doktrin deviasi. Pencarian ini membutuhkan tiga gagasan, yaitu teori transformasi sosial untuk bisa membedakan cita-cita yang programatis yang realistis.  Hasilnya berupa tiga bentuk versi yang sepadan, yaitu; pertama, pelonggaran kumulatif tatanan masyarakat tertentu terutama mengenai pelapisan dan pembagian sosial, pola yang diberlakukan mengenai cara-cara hubungan manusia yang mungkin dan dikehendaki. Kedua, peluang hidup dan pengalaman hidup pribadi harus semakin terbebas dari tirani kategori-kategori sosial yang abstrak. Ketiga, perbedaan antara apa yang dimaksudkan oleh dunia sosial dan apa yang dikeluarkannya, antara kegiatan rutin dan revolusi, harus diperinci sebanyak mungkin.[13]

            Demokrasi bisa ditemukan kembali melalui beberapa persyaratan yaitu[14] :
 1. bentuk-bentuk organisasi ekonomi dan politik mapan yang memungkinkan kelompok rakyat yang relatif kecil menguasai syarat-syarat pokok kemakmuran kolektif dengan mengambil keputusan-keputusan investasi yang    amat penting.
2.   Menekankan arti penting bidang-bidang utama kehidupan organisasi pabrik,  birokrasi, kantor, rumah sakit, dan sekolah.
3.  Sarana komunikasi dan pemberian dana politik.

2.3 REVOLUSI POLITIK DAN KEBUDAYAAN
            Tujuan yang menjadi pedoman dan pemersatu kebiasaan budaya revolusioner adalah untuk membentuk kembali hubungan pribadi langsung dengan membebaskan mereka dari latar belakang rancangan pembagian hierarkhi sosial. Rencana ini memberikan suatu kesempatan bagi pertukaran praktis atau ikatan yang penuh gairah untuk menghormati batas-batas yang ditetapkan tatanan kekuasaan yang mapan. Rencana itu juga memberikan peran tertentu pada setiap orang sesuai dengan kedudukan yang mereka pegang dalam seperangkat perbedaan sosial atau gender yang ditetapkan sebelumnya.

Pendapat saya terhadap Ide Pokok 2 :
            Hasil-hasil konstruksi oleh gerakan Critical Legal Studies pada ide pokok ke-2 ini terhadap segala kritik-kritik yang telah mereka keluarkan terdiri dari beberapa konstruksi diantaranya doktrin deviasi,pnetapan kembali demokrasi dan pasar serta Revolusi politik dan kebudayaan. Doktrin deviasi merupakan doktrin penyimpangan menurut saya Ciri pokok dari doktrin penyimpangan adalah usaha untuk menyeberangi tapal batas empiris maupun normatif yang memisahkan antara hukum dari teori sosial empiris dan argumen mengenai organisasi masyarakat yang benar, karena masyarakat liberal selalu dihadapkan pada bentuk-bentuk doktrin yang mapan,serta selalu dihadapkan pada menyerahkan diri pada versi tatanan sosial yang sudah stabil padahal menurut gerakan Critical Legal Studies ini masyarakatlah yang dirugikan dengan suatu doktrin,ataupun keputusan,ataupun hukum yang telah mapan itu. Selain doktrin deviasi menurut saya mengenai penemuan kembali demokrasi dan pasar cukup baik untuk dilakukan sehingga tatanan sosial tidak lagi terdapat kelas-kelas sosial didalamnya sehingga masyarakat dapat melakukan hubungan sosial yang lebih baik lagi , selain itu mengenai pasar atau sistem ekonomi haruslah dirubah kea rah yang lebih baik karena selama ini di negara liberal sistem ekonominya selalu didominasi oleh kelas-kelas yang berkuasa sehingga selalu menguntungkan pihak yang berkuasa itu sendiri , sehingga kaum proletar tetaplah menjadi kaum proletar.

3.IDE POKOK KE-3
“ Hak-Hak Yang diberikan Kepada Masyarakat di Negara Yang Menganut Paham Liberalisme ”
            Roberto.M.Unger, yang merupakan pelopor terdepan dalam mengembangkan aliran Critical Legal Studies ini, memberikan alternatif terhadap hierarki masyarakat yang tidak adil sebagai pengaruh dari liberalisme hukum. Untuk itu Roberto.M.Unger memperkenalkan 4 macam hak masyarakat, yang di dalamnya sangat kental ideologi marxis yaitu sebagai berikut :
1. Hak Destabilisasi
            Yakni suatu hak yang memberikan kepada individu permintaan untuk tidak menuruti institusi yang sudah mapan dalam masyarakat. Hak-hak ini akan dijamin oleh (a) bentuk peradilan/hukum yang saat ini ada , (b) suatu badan/agensi publik yang sangat terpisah yang ditetapkan untuk proteksi mereka.[15]
2. Hak Pasar
            Yakni suatu hak untuk melakukan klaim secara kondisional atas pembagian capital sosial. Hak pasar ini dicanangkan untuk menggantikan konsep kepemilikan berdasarkan aliran liberalism.

3. Hak Imunitas
            Merupakan hak untuk mendapat perlindungan individual dari dominasi dan intervensi, , hal ini akan menjamin wilayah individual yang sangat pribadi seperti kebebasan sipil.

4. Hak Solidaritas
Ini merupakan hak yang dapat mengembangkan rasa saling percaya, loyalitas, dan tanggung jawab komunal.hak ini akan  memupuk jalinan saling menguntungkan.

Pendapat saya terhadap Ide pokok ke-3 :
            Hak-hak yang ditawarkan oleh gerakan Critical Legal Studies merupakan hak-hak bagi masyarakat di negara yang menganut paham Liberalisme. Meskipun paham Liberalisme berdalih menjunjung tinggi serta menghargai hak-hak tiap individunya namun pada kenyataannya tidak karena negara Liberal menurut pendapat saya menjunjung tinggi hak-hak tiap individu yang memiliki kuasa atau memiliki modal apabila kita kaitkan dengan perekonomiannya.
            Namun menurut saya hak-hak yang ditawarkan oleh gerakan ini cukup sulit dilaksanakan mengingat sistem hak,sistem peraturan-peraturan yang diterapkan di negara Liberalisme sudah (built in) yaitu sudah mapan dan masyarakat di negara tersebut telah mempercayainya meskipun mereka hanya menjadi korban atas segala sesuatu yang telah (built in) di dalam negara tersebut. Sehingga hak-hak tersebut menurut saya dalam pelaksanaannya sulit untuk diterapkan apabila tidak dilaksanakan secara benar-benar.

C. PENUTUP

                                Critical Legal Studies terdiri dari berbagai macam pemikiran yang dikemukakan oleh banyak ahli hukum. Pemikiran-pemikiran tersebut bervariasi dari pemikiran yang bercirikan marxian ortodok sampai pada pemikiran post-modern. Namun ada beberapa kesepahaman antara pemikiran-pemikiran tersebut, yaitu ketidakpercayaan terhadap netralitas hukum, struktur sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi kelompok tertentu, dan keinginan untuk merombak struktur sosial. Oleh karena hal-hal tersebut maka Critical Legal Studies menawarkan suatu konstruktif pemikiran mereka terhadap segala kritik-kritiknya terhadap netralitas hukum, struktur sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi kelompok tertentu, selain itu gerakan ini juga menawarkan suatu hak-hak bagi masyarakat yang diperlakukan tidak adil sebagai pengaruh dari liberalisme hukum yang diantaranya hak destabilisasi,hak imunitas , hak solidaritas , dan hak pasar.

Kelebihan buku ini :
1. Buku ini mengandung pemikiran-pemikiran baru dan suatu kritik  yang   menurut saya bagus, karena di dalam buku ini pemikiran-pemikiran tersebut serta kritik-kritik tersebut memang ditujukan pada sesuatu yang benar adanya  terjadi menurut saya bukan hanya terjadi di negara maju saja namun banyak sekali terjadi di negara berkembang contohnya saja mengenai kelas-kelas sosial serta ketidak netralan hukum saat ini.

2. Kekritisan Critical Legal Studies  dalam memahami realitas sosial dan tata hukum serta komitmen untuk mengembangkan teori hukum untuk merombak   struktur sosial yang hierarkhis adalah kelebihan utama gerakan Critical Legal  Studies dalam buku karya Roberto Unger ini. Kekuatan ini diwujudkan dalam   bentuk analitis kritis terhadap tata hukum, nilai-nilai dan rasio-rasio hukum yang digunakan oleh para hakim yang selama ini disebut netral dan benar          secara obyektif namun pada kenyataanya tidak sesuai dengan yang selama   ini disebut netral dan benar secara obyektif.
3.  Buku ini mencoba menawarkan pula berbagai alternatif dari kritik-kritik yang  telah gerakan ini utarakan diantaranya doktrin deviasi,penetapan kembali demokrasi dan pasar serta revolusi politik dan kebudayaan.

Kekurangan buku ini :
1. Buku ini merupakan buku yang tidak mudah dibaca karena setiap kata atau kalimat yang susah untuk dipahami.

2. Buku ini mengandung pemikiran-pemikiran kritis namun sebagaimana    pemikiran kritis yang lain, apabila tidak digunakan secara tepat dengan      mengingat tujuan dan penggunaan, kritisisme bisa berujung pada nihilisme.  Atau paling tidak terjebak pada lingkaran kritik tanpa ujung dalam tingkatan wacana saja. Dengan kata lain , buku ini piawai dalam mendekonstruksi .Namun untuk melakukan rekonstruksi terhadap apa yang telah di kritik masih minim akan pelaksanaanya.


[1] Munir Fuady,Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum,(Bandung:Citra Aditya     
   Bakti,2003),hlm4.
[2] Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm. XVI.
[3] Otje Salman,Teori Hukum mengingat,mengumpulkan dan membuka kembali ,(Bandung:Refika 
  Aditama,2009),hlm.126.
[4] Munir Fuady,Filsafat dan Teori Hukum Postmodern,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2005),hlm.160-161.
[5] Mukhtie fadjar,Teori-Teori Hukum Kontemporer, ( Malang:In Trans Publishing,2008),hlm .44-45.
[6] Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum,(Bandung:Citra Aditya     
   Bakti,2003),hlm.5.
[7] Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.XXVII.
[8] Muchammad Ali Syafaat.”Gerakan Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies Movement)”.  http://lingkarstudipolitikhukum.blogspot.com/2007/09/gerakan-studi-hukum-kritis-critical.html.19/10/2011
[9] Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.5.

[10] Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif ,(Jakarta : Kompas Media Nusantara,2008) ,hlm 10.
[11] Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif ,(Jakarta : Kompas Media Nusantara,2008) ,hlm 10.

[12] Roberto.M.Unger,Gerakan Studi Hukum Kritis,(Jakarta:ELSAM,1999),hlm.16.
[13] Ibid,hlm.26.
[14] Muchammad Ali Syafaat.”Gerakan Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies Movement)”.  http://lingkarstudipolitikhukum.blogspot.com/2007/09/gerakan-studi-hukum-kritis-critical.html.19/10/2011
[15] Otje Salman,Teori Hukum mengingat,mengumpulkan dan membuka kembali ,(Bandung:Refika 
  Aditama,2009),hlm.129.

Sabtu, 28 Juli 2012

MENUJU KEBIJAKAN PUBLIK YANG BAIK DAN IDEAL oleh:Riski Febria Nurita

TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK
            Untuk memahami kebijakan publik kita dapat melihat berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli yang masih berselisih pendapat mengenai pengertian tersebut, Namun dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli mempunyai beberapa persamaan arti dan maksudnya, berikut beberapa definisis mengenai kebijakan publik menurut para ahli :[1]
1. Thomas . R.Dye : kebijakan publik adalah ‘is whatever government to do or not to do’
(apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
2. George C.Edwards III dan Ira Sharkansky : kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah.
3. James E Anderson : kebijakan publik adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
4. David Easton : kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa (syah)      
     kepada seluruh anggota masyarakat.
            Dari beberapa pengertian kebijakan publik tersebut dengan mengikuti paham bahwa kebijakan publik itu harus mengabdi pada kepentingan masyarakat,maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik itu adalah ‘serangkaian tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
KEBIJAKAN PUBLIK ADALAH FUTURISTIC
            Untuk suatu kebijakan publik, yang tepat dikatakan: ‘apakah kebijakan publik itu baik ataukah tidak?’. Dikatakan baik ini berarti terutama sekali disamping seharusnya benar, tetapi juga sesuai dengan kepentingan dari pada masyarakat dan Negara, sesuai dengan public interest (kepentingan rakyat).
            Kita mengetahui bahwa masing-masing negara itu mempunyai rumusan kepentingan rakyat (public interest) bagi Bangsa dan Negaranya masing-masing, yang biasanya disebut dengan kepentingan Nasional. National interest di Indonesia, bisa kita lihat dalam pembukaan UUD RI 1945. Tiga unsur dari paa kepentingan Nasional ini adalah :
1. Memajukan kesejahteraan umum
2. Mencerdaskan kehidupan Bangsa dan
3. Ikut melaksanakan ketertiban Dunia.[2]
            Meskipun didalam penetapan kebijakan publik itu haruslah memperhatikan kondisi dan situasi serta kriteria yang pokok tersebut, sedang proses ‘decision making’ untuk kebijakan publik itu mempunyai sifat yang futuristis, yaitu yang berkaitan dengan masa depan, namun perlu sekali berusaha menemukan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif keputusan sebanyak-banyaknya. Dan barulah kemudian memilih satu alternatif yang terbaik, yaitu mempunyai efek, akibat dan manfaat,yang baik untuk masyarakat dan Negara.
KEBIJAKAN PUBLIK DI INDONESIA
            Kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah disepakati. Kebijakan publik merupakan jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan, Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD RI 1945 (negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana (jalan,jembatan,dan sebagainya) dan sarana (mobil,bahan bakar, dan sebagainya) untuk mencapai ‘tempat tujuan’ tersebut.
            Namun bagi negara berkembang , kita terbelakan dengan negara maju, tidak cukup dukungan dana, infrastruktur,sumber daya manusia,teknologi,namun harus mengejar ketertinggalan dengan segera agar semakin tidak tertinggal, karena makna tertinggal tidak saja sekedar tertinggal namun juga dijajah oleh mereka yang jauh di depan kita.[3]
            Soekarno memilih jalan ‘populis-politik’, dan dapat dikatakan hasilnya masih jauh dari target. Soeharto memilih jalan ‘pragmatis-elitis-ekonomis’, dan dapat mencapai keberhasilan namun keberhasilan yang ‘rapuh di dalam’ dan akhirnya jatuh pada saat krisis ekonomi. Habibie hanya melakukan stabilisasi agar psawat yang sudah meluncur ke bawah tidak jatuh dan terhempas. Abdurrahman Wahid memilih jalan ‘super demokratis’ karena membiarkan semua orang mengerjakan apa saja yang dianggap baik. Megawati berusaha belajar dari kegagalan pendahulunya , namun belum menemukan dan menetukan pilihan , sehingga ada kesan perjalanan pembangunan Indonesia ambigu,penuh keragu-raguan. Yudhoyono berusaha memperbaiki semua kekurangan pendahulunya dengan pendekatan ‘peace,justice,and prosperity’, namun pilihan-pilihan yang ada terlalu sulit.[4]
            Hasilnya, setiap kepala negara memiliki pilihan sendiri-sendiri sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi dan kondisi objektif yang ada. Tidak ada yang lebih benar dariada yang lain, yang ada hanya lebih baik. Perbedaan pemimpin akan menyebabkan perbedaan paradigma dan akhirnya perbedaan cara dan langkah , serta akhirnya perbedaan kebijakan publik yang diambil.
MENUJU KEBIJAKAN PUBLIK YANG BAIK DAN IDEAL
            Kebijakan pemerintah haruslah baik , atau karena keinginan,pendapat dan kehendak dalam masyarakat itu berbeda-beda , maka pengambilan keputusannya haruslah sebaik mungkin. Yang menjadi ukurannya adalah kepentingan masyarakat (public interest). Maka merupakan kewajiban dari pemerintah untuk mengatur kehidupan dari rakyat sebaik-baiknya sesuai dengan kehendaknya itu. Oleh karena itu di Indonesia, kepentingan Nasional (national interest) yang tercantum dalam pembukaan UUD RI 1945 merupakan ukuran (criteria) yang senantiasa harus diperhatikan oleh pemerintah dalam mengambil keputusan dalam kebijaksanaan (public policy decision), yaitu : kesejahteraan rakyat,kecerdasan bangsa, dan ketertiban masyarakat.[5]
            Lalu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik yang ideal itu sendiri ? kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing dari setiap pribadi rakyat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan setiap keluarga Indonesia , setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah (sendiri) , baik yang mencari laba maupun nirlaba .[6]
            Tugas negaraberubah dari sekedar tugas yang bersifat rutin, regular dan tata usaha,melainkan membangun keunggulan kompetitif nasional. Kebijakan publik bukan saja mengatur kehidupan bersama warganya, namun untuk membangun kemampuan organisasi dalam lingkup nasional untuk menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan kapasitas global.
            Kebijakan yang seperti itu dapat gambarkan melalui pembedaan sebagai berikut :[7]

IDEAL

MENYIMPANG

Menjamin persaingan yang sehat

Pemberian proteksi dan monopoli tanpa batas jelas

Kepastian Hukum

Bias hukum

Pajak yang proporsional

Pajak daerah yang mengisap kemampuan rakyat

Memberdayakan badan-badan usaha

Menjual badan-badan usaha secara obral

Pendidikan yang mengacu pada tantangan global

Penyeragaman pendidikan

Membangun kecakapan berdemokrasi

Membuka keran demokrasi tanpa batas yang jelas

Subsidi yang proporsional/ sesuai dengan target subsidi yang dikehendaki

Subsidi tanpa batas yang jelas atau penghapusan subsidi secara total atau ekstrem

Kesempatan yang sama bagi investor domestic dan global untuk menguasai asset ekonomi produktif nasional

Memprioritaskan investor global untuk menguasai asset ekonomi produktif nasional

Kebijakan yang menjamin penerapan prinsip good governance di setiap organisasi

Kebijakan yang memberi hak diskresi kepada kelompok dalam menerapkan good governance

            Oleh karena itu hasil akhir dari suatu kebijakan publik merupakan akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan pemerintah atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah masalah tertentu dalam masyarakat.[8]
Namun hal yang terpenting adalah dalam pengambilan kebijakan publik yang menjadi ukurannya adalah kepentingan masyarakat sehingga menghasilkan hasil akhir kebijakan yang baik dan ideal.




[1] M.Irfan Islamy,Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,(Jakarta:Bumi Aksara,2002),hlm 18
[2] Soenarko,Public Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami Dan Analisa Kebijaksanaan      
  Pemerintah,(Surabaya:Airlangga University Press,2003),hlm 27
[3] Riant Nugroho,Public Policy,(Jakarta: PT Gramedia, 2011), hlm 144
[4] Ibid,hlm 144-145
[5] Soenarko,Public Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami Dan…,op cit.,hlm 45-47
[6] Riant Nugroho,Public Policy,Ibid.,hlm 248
[7] Ibid,hlm 249-250
[8] Solichin Abdul Wahab,Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan
   Negara,(Jakarta:Bumi Aksara,2002) hlm,10