A.
Tentang Konstitusi
Dari catatan sejarah klasik terdapat
dua perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang tentang
konstitusi, yaitu dalam :
1.
Perkataan Yunani Kuno ( Aristoteles ) à ‘Politeia’ konstitusi sebagai “the natural frame of
the state” .[1]
2.
Perkataan Romawi Kuno (Cicero ) à ‘’Constitutio’ dalam masa ini
konstitusi mulai
dipahami
sebagai sesuatu yang berada di luar dan bahkan di atas negara. Tidak seperti
masa
sebelumnbya , konstitusi mulai dipahami sebagai ‘lex’ yang menentukan
bagaimana
bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip ‘the higher
law’. Prinsip hirarki hukum juga makin
dipahami secara tegas kegunaannya dalam
praktek
penyelenggaraan kekuasaan.[2]
3.
Zaman Islam à
Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat
dibandingkan
dengan pengertian konstitusi dalam arti modern adalah piagam Madinah.
dibuat
atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad saw dengan wakil-wakil
penduduk
kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Yasrib, nama kota
Madinah
sebelumnya , pada tahun 622M.[3]
Dasar yang paling tepat dan kokoh bagi
sebuah negara adalah sebuah negara konstitusional (Constitutional state) yang
bersandar kepada sebuah konstitusi yang kokoh pula. Konstitusi yang kokoh hanyalah
konstitusi yang jelas faham konstitusinya atau konstitusionalismenya, yaitu
yang mengatur secara rinci batas-batas kewenangan dan kekuasaan lembaga
Legislatif,eksekutif,dan Yudisial secara :[4]
1. seimbang dan saling mengawasi ( checks and balances )
2. memberikan jaminan yang luas dalam
arti penghormatan ( to respect )
3. perlindungan ( to protect )
4. pemenuhan ( to fulfill ) hak warga negara dan HAM.
Dengan
demikian Negara pada umumnya memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi
atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang
dikenal tidak memiliki satu naskah yang tertulis yang disebut Undang-Undang
Dasar. Undang-undang Dasar di kedua
negara ini tidak pernah dibuat , tetapi tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman
praktek ketatanegaraan . Namun para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi
dalam konteks hukum tata negara Inggris.[5]
Konstitusi
Inggris menurut Phillips Hood and Jackson adalah suatu bangun aturan , adat
istiadat,kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan dan kekuasaan organ negara
dan yang mengatur hubungan-hubungan di antara berbagai organ negara itu satu
sama lain , serta hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.[6]
KC Wheare mengartikan konstitusi biasanya digunakan paling
tidak dalam dua pegertian . Pertama , kata ini digunakan untuk menggambarkan
seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara , kumpulan berbagai peraturan yang
membentuk dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Peraturan-peraturan ini
sebagian bersifat legal, dan sebagian bersifat non-legal atau ekstra legal ,
yang berupa kebiasaan , saling pengertian , adat atau konvensi , yang tidak
diakui oleh pengadilan sebagai hukum namun tidak kalah efektifnya dalam
mengatur ketatanegaraan dibandingkan dengan apa yang secara baku disebut hukum.
Di hampir semua negara , sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan
legal dan non-legal ini, sehingga kita bisa menyebut kumpulan peraturan ini
sebagai “ Konstitusi “.[7]
Wheare, dalam bukunya Modern Constitution, mengatakan :
“…it use to describe the whole system
of government of a country,the collection of rules which establish and regulate
or govern the government”[8]
Dengan
demikian terdapat dua dimensi pemahaman yang diberikan . Pertama, konstitusi merupakan gambaran keseluruhan sistem
pemerintahan suatu negara ( the whole
system of government of a country ) , dan Kedua , konstitusi merupakan kumpulan aturan yang membentuk dan
mengatur pemerintahan suatu negara ( the
collection of rules which establish and regulate or govern the government ).
Istilah Konstitusi berasal dari
bahasa Perancis yaitu constituer ,
yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah
berkaitan dengan pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu
Negara. [9]
Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional ,
dipakai istilah constitution yang
dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Pengertian konstitusi , dalam
praktek dapat berarti lebih luas daripada pengertian Undang-undang Dasar ,
tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian Undang-undang Dasar.[10]
Berikut ini beberapa ahli hukum yang
mendukung antara yang membedakan dengan yang menyamakan pengertian konstitusi
dengan Undang-Undang Dasar . Penganut paham yang membedakan pengertian konstitusi
dengan Undang-Undang Dasar antara lain Herman Heller dan F.Lassalle. Herman
Heller membagi pengertian konstitusi menjadi 3 yaitu :[11]
1. Die Politische Verfassung als
gesellschaftlich wirklichkeit.
Konstitusi
adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan
. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2. Die Verselbstandigte rechtsverfassung
Konstitusi
merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat . Jadi
mengandung
pengertian yuridis.
3. Die geshereiben verfassung
Konstitusi
yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang
berlaku
dalam suatu negara.
Dari
pendapat Herman Heller tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jika pengertian
undang-undang itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi , maka artinya
Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi,
yaitu konstitusi yang tertulis saja. Di samping itu konstitusi itu tidak hanya
bersifat yuridis semata-mata, tetapi mengandung pengertian logis dan politis.
F.Lassale dalam bukunya Uber
Verfassungwessen,membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :[12]
1.
Pengertian sosiologis atau Politis (Sosiologische
atau politische begrip).
Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor
kekuatan yang nyata (derele machtsfactoren)
dalam
masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-
kekuasaan
yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara . Kekuasaan tersebut dia
ntaranya
: raja ,parlemen,kabinet,pressure group,partai
politik, dan lain-lain,itulah yang se
sungguhnya
konstitusi.
2.
Pengertian yuridis (yuridische begrip)
Konstitusi adalah suatu naskah yang
memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Dari
pengertian sosiologis dan politis , ternyata Lassalle menganut paham bahwa konstitusi
sesungguhnya mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang
Dasar . Namun dalam pengertian yuridis , Lassalle terpengaruh pula oleh paham
kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar.
Adapun penganut paham yang menyamakan
pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar , adalah CF.Strong dan James Bryce.Pendapat James
Bryce sebagaimana dikutip CF Strong dalam bukunya : Modern Political Constitutions menyatakan konstitusi adalah:[13]
Kerangka negara yang diorganisir
dengan dan melalui hukum , dalam hal mana hukum menetapkan :
1. Pengaturan mengenai pendirian
lembaga-lembaga yang permanent.
2. Fungsi dan alat-alat kelengkapan.
3. Hak-hak tertentu yang telah
ditetapkan
Kemudian
CF Strong melengkapi pendapat tersebut dengan pendapatnya sendiri sebagai
berikut :[14]
Konstitusi juga dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan :
1. Kekuasaan pemerintahan ( dalam arti
luas).
2. Hak-hak dari yang diperintah
3. Hubungan-antara pemerintah dan yang
diperintah ( menyangkut di dalamnya yaitu hak
asasi
manusia).
Sedangkan pengertian Konstitusi
menurut para ahli hukum lainnya diantaranya :
1. Jacobeen dan Lipman, dalam bukunya Political Science mendefinisikan konstitusi
sebagai
sekumpulan kaidah-kaidah atau pola-pola yang mengatur hubungan legal dari
pemerintah
kepada warga negaranya.[15]
2. RH Soltau ,dalam bukunya
Introduction to polities, menjelaskan bahwa konstitusi adalah
suatu badan
dari peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh
pemerintah
sebagai instansi negara untuk menjaklankan kekuasaan yang dipercayakan
kepadanya.[16]
3. LJ Van Apeldorn telah membedakan
secara jelas pengertian diantara keduanya , kalau
Grondwet (
Undang-undang Dasar) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi,
sedangkan
konstitusi (constitution) memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan
yang tidak
tertulis.[17]
Selain itu suatu konstitusi menurut Mr.J.G
Steenbeek , sebagaimana dikutip Sri Soemantri dalam disertasinya , pada umumnya
memuat 3 hal pokok,yaitu :[18]
1. adanya jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia dan warga negaranya
2. ditetapkannya susunan
ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental
3. adanya pembagian dan pembatasan
tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental
Menurut Miriam Budiardjo, setiap
Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai :[19]
1. Organisasi negara , misalnya
pembagian kekuasaan antara badan
Eksekutif,Legislatif,Yudikatif
; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan
pemerintah
negara bagian ; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi
oleh satu
badan pemerintah dsb.
2. Hak-hak asasi manusia
3. Prosedur mengubah Undang-Undang
Dasar
4. Adakalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang
Dasar.
Dengan
demikian , ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian tertulis,
kebiasaan dan konvensi-konvensi
kenegaraan ( ketatanegaraan ) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ
negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu , dan mengatur hubungan
organ-organ negara tersebut dengan warga negara. Jika negara itu menganut paham
kedaulatan rakyat , maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika
yang berlaku adalah paham kedaulatan raja , maka raja yang menentukan berlaku
tidaknya suatu konstitusi.
Dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan
tidak tertulis. Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun
batasan –batasannya dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut :
1. Suatu kumpulan atau kaidah yang
memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan
kepada para
penguasa
2. Suatu dokumen tentang pembagian
tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem
politik
3. Suatu deskripsi dari
lembaga-lembaga negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut
masalah hak-hak asasi manusia.
B.
Tentang Konstitusionalisme
Konstitusionalisme merupakan suatu paham mengenai
pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.[20]
Konsensus
yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami
bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus),
yaitu :[21]
1. Kesepakatan tentang tujuan atau
cita-cita bersama ( the general goals of
society or
general acceptance of the same philosophy of Government ).
2. Kesepakatan tentang “the rule of
law” sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan
negara ( the basis of government ).
3. Kesepakatan tentang bentuk
institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan
( the form of institutions and procedures ).
Kesepakatan
(consensus) pertama , yaitu berkenaan
dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi dan
konstitusionalisme di suatu negara.Karena cita-cita bersama itulah yang pada
puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan kesamaan – kesamaan kepentingan
di antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah
pluralisme atau kemajemukan.
Kesepakatan
kedua , adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan
hukum dan konstitusi. Kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting sehingga
konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam memutuskan segala
sesuatu yang harus didasarkan atas hukum.
Kesepakatan
ketiga adalah berkenaan dengan : (a) bangunan organ negara dan
prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya , (b) hubungan-hubungan antar
organ negara itu satu sama lain , serta (c) hubungan antara organ-organ negara
itu dengan warga negara.
Prinsip
konstitusionalisme modern sebenarnya memang menyangkut prinsip pembatasan
kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip ‘limited government’. Karena itu biasanya , isi konstitusi
dimaksudkan untuk mengatur mengenai tiga hal penting , yaitu :[22]
a. menentukan pembatasan kekuasaan
organ-organ negara
b. mengatur hubungan antara
lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain
c. mengatur hubungan kekuasaan antara
lembaga-lembaga negara dengan warga negara..
C.
Tentang Fungsi Konstitusi
Konstitusi
adalah bagian yang inhern dari sistem ketatanegaraan bangsa-bangsa di dunia ,
meminjam ungkapan CF.Strong , The Rise of Constitutional state is essentially
an historical process. Kehadiran konstitusi merupakan condition sine quanon (syarat mutlak) bagi sebuah negara.
Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan penjelasan tentang mekanisme lembaga-lembaga
negara , lebih dari itu di dalamnya ditemukan relational dan kedudukan hak dan
kewajiban warga negara. Konstitusi merupakan social contract antara yang diperintah ( rakyat ) dengan yang
memerintah ( penguasa,pemerintah ) . Oleh karena itu Aristoteles dalam bukunya
yang cukup terkenal yaitu Politics, mengemukakan , bahwa perundangan terbaik
yang disetujui oleh warga tidak akan banyak berarti , jika tidak dilandaskan
secara efektif pada prinsip dasar konstitusi.[23]
Untuk
itu sebuah konstitusi memiliki fungsi dari beberapa ahli hukum diantaranya :
1. Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie ,
fungsi konstitusi diperinci sebagai berikut :[24]
a. fungsi
penentu dan pembatas kekuasaan organ negara
b. fungsi
pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
c. fungsi pengatur
hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara
d. fungsi
pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara
e. fungsi
penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli ( yang
dalam sistem demokrasi adalah rakyat )
kepada organ negara
f. fungsi
simbolik sebagai pemersatu ( symbol of unity ) , sebagai rujukan
identitas dan
keagungan kebangsaan ( identity of nation ) , serta sebagai center of ceremony
g. sarana
pengendalian masyarakat ( social control ) , baik dalam arti sempit hanya di
bidang politik , maupun dalam arti luas
mencakup bidang sosial dan ekonomi
h.sebagai
sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat.
2. Menurut
Prof.A.Mukthie Fadjar, fungsi konstitusi diperinci sebagai berikut :[25]
a. fungsi
Ideologis (ideological function) ,dalam hal ini konstitusi memerlukan suatu
komitmen terhadap suatu ideologi tertentu
, misalnya di Indonesia Pancasila
b. fungsi
nasionalistis (nasionalistic function), dalam fungsi ini konstitusi berfungsi
memelihara Nasionalisme negara , yakni rasa
persatuan dan kesatuan akan
identitas nasional lewat bendera,lambang,dan lagu
kebangsaan, maka disebut
pula
“fungsi integrasi” dari
konstitusi
c. fungsi
struktur (structuring function) , yakni membangun harapan-harapan politk
dan bagaimana harapan-harapan tersebut akan
diwujudkan , dalam hal ini juga
disebut “fungsi orientasi” dari konstitusi
d. fungsi
publikatif (publicative function) , yakni sebagai bukti kelahiran (birth
sertivicate) suatu negara untuk menunjukkan
eksistensinya dalam komunitas
international
e. fungsi
rasionalisasi (rationalizing function) , yakni konstitusi mengekspresikan
tujuan-tujuan politik dalam terminology dan
formulasi hukum
f. fungsi
registrasi (registration function), dalam hal ini , konstitusi merekam berbagai
perkembangan dan konflik politik yang terjadi di suatu
negara
g. fungsi
symbol (symbol function) , yakni konstitusi berfungsi memberikan inspirasi
bagi masyarakatnya atas kebutuhan manusia
akan hak asasi manusia , keadilan ,
rule of law , demokrasi dan sebagainya
h. fungsi
pembatas (barrier function) , yakni mencegah atau memberi batasan agar
perubahan-perubahan politik dan kenegaraan
tidak berlangsung secara anarkis.
D.
Tentang Teori Pembentukan Konstitusi
Konstitusi
yang kokoh bagi sebuah constitutional
state juga harus merupakan konstitusi yang legitimate , dalam arti proses pembuatannya harus secara demokratis
, diterima dan di dukung sepenuhnya oleh seluruh komponen masyarakat dari
berbagai aliran dan faham , aspirasi dan kepentingan. Haysom mengemukakan
adanya empat cara proses pembuatan konstitusi yang demokratis yaitu :[26]
1. by
a democratically constituted assembly
2. by
a democratically elected parliament
3. by
popular referendum ; dan
4. by
popularly supported constitutional commission
Jika kita mengkaji asal-muasal konstitusi modern ,
Konstitusi-konstitusi itu , tanpa kecuali , dalam prakteknya , disusun dan diterapkan
karena rakyat ingin membuat permulaan yang baru , yang berkaitan dengan sistem
pemerintahan mereka. Sebagaimana Austria , Hongaria atau Cekoslovakia setelah
tahun 1918 , komunitas-komunitas itu terbebas dari Kerajaan sebagai akibat dari
sebuah peperangan dan sekarang bebas memerintah diri mereka sendiri ; atau
karena sebagaimana Perancis pada 1789 dan Uni Soviet pada 1917 , sebuah
Revolusi menghancurkan masa lalu dan rakyat menghendaki sebuah bentuk
pemerintahan baru yang berdasarkan asas-asas baru atau karena , sebagaimana di
Jerman setelah tahun 1918, kekalahan perang telah menghancurkan kelangsungan
hidup pemerintah dan diperlukan sebuah permulaan yang baru setelah perang .
Karena alasan yang sama , ingin memulai lagi dan paling tidak mereka menulis
garis besar sistem ketatanegaraan yang mereka usulkan maka diperlukanlah sebuah
Konstitusi.[27]
Konstitusi-konstitusi
itu , dalam batas tertentu , biasanya diberi status yang lebih tinggi , sebagai
kenyataan hukum , daripada peraturan-peraturan hukum yang lain dari sistem
ketatanegaraan.[28]
Ketika didapati bahwa semua peraturan hukum yang dimaksudkan untuk mengatur
ketatanegaraan secara hukum berposisi sejajar dengan hukum biasa atau disebut (ordinary law) , maka negara tersebut
pada dasarnya tidak mempunyai konstitusi sama sekali.
Banyak
negara merasa perlu menempatkan konstitusi pada posisi lebih tinggi secara
hukum daripada peraturan-peraturan hukum yang lain . Penjelasan singkat tentang
fenomena ini ialah bahwa di banyak negara konstitusi dianggap sebagai instrumen
yang digunakan untuk mengontrol pemerintahan . Konstitusi muncul dari keyakinan
akan pemerintahan yang dibatasi (limited
government).
Seperti
pembentukan konstitusi di Indonesia yang penuh dengan perjuangan mulai dari
proses perancangannya hingga pengesahannya.yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) Bada penyelidik itulah yang kemudian membentuk “hukum Dasar” ,
yang direncanakan diperuntukkan bagi negara Indonesia merdeka . Hukum Dasar
hasil karya BPUPKI itu oleh sidang PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia)18 Agustus 1945 dijadikan sebagai naskah
Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan akhirnya disahkan oleh
PPKI dan Undang-Undang Dasar 1945 itulah yang akhirnya menjadi konstitusi di
negara kita.[29]
Konstitusi
yang tertua di dunia sebenarnya dari negara Amerika Serikat , konstitusi di
negara tersebut lahir pada tahun 1787 setelah terjadinya Revolusi Amerika dan
Revolusi Perancis bangsa Amerika menyatakan : ‘Kita bangsa Amerika….menobatkan
dan menegakkan konstitusi ini bagi Amerika Serikat’. Sejak saat itu praktek
penyusunan dokumen tertulis yang berisi prinsip-prinsip organisasi
kepemerintahan menjadi sangat lazim dan ‘konstitusi’ pun mempunyai makna
seperti ini.[30]
Konstitusi
membentuk institusi-institusi utama pemerintah , seperti
legislatif,eksekutif,dan yudikatif, sedangkan penentuan komposisi dan cara pengangkatan lembaga-lembaga ini seringkali
diserahkan pada hukum biasa (ordinary law).
Di banyak negara , cabang-cabang penting hukum perundangan seperti pengaturan
pemilu,pembagian kekuasaan ,pembentukan departemen pemerintahan,tata laksana
pengadilan, tidak ditetapkan , hanya diperlakukan dalam prinsip umum:
cabang-cabang hukum konstitusional ini diatur oleh hukum biasa.
Namun
pada kenyataannya ada pula negara yang hingga saat ini tidak memiliki
konstitusi contohnya saja negara Inggris , namun bukan berarti negara tersebut
tidak berusaha membentuk suatu konstitusi di negaranya namun pada saat rakyat
Inggris hendak membentuk suatu konstitusi di negaranya gagal di tengah
perjalanannya .
E. Tentang Teori Perubahan Konstitusi
Secara Umum proses Amandemen dalam
sebagian besar Konstitusi Modern dimaksudkan untuk melindungi satu atau lebih
dari empat tujuan berikut :[31]
1.
Konstitusi hanya boleh diubah dengan pertimbangan yang matang, dan bukan karena
alasan
sederhana atau secara serampangan ;
2.
Rakyat mesti diberi kesempatan mengemukakan pendapat mereka sebelum dilakukan
perubahan
3.
Dalam sistem federal , kekuasaan unit-unit dan pemerintah pusat tidak bisa
diubah oleh
satu
pihak
4. Hak
individu atau masyarakat misalnya hak minoritas bahasa,agama,atau kebudayaan
mesti
dilindungi
Di
Indonesia sendiri telah tercatat beberapa upaya dalam hal konstitusi
diantaranya :
1.
Pembentukan Undang-Undang Dasar
2.
Penggantian Undang-Undang Dasar
3.
Perubahan Undang-Undang Dasar dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar.
Perlu
kita ingat bahwa di Indonesia telah terjadi pergantian Undang-Undang Dasar
sebanyak empat kali diantaranya :
1.
Undang-Undang Dasar 1945
2.
Konstitusi RIS ( Republik Indonesia Serikat ) 1949
3.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950
4.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 maka konstitusi di
Indonesia
kembali lagi pada Undang-Undang Dasar 1945
Dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah dalam arti pembaruan
Undang-Undang Dasar, melainkan baru perubahan dalam arti pembentukan ,
penyusunan , dan penggantian Undang-Undang Dasar. Perubahan dalam artian
pembaruan Undang-Undang Dasar, baru terjadi setelah bangsa Indonesia memasuki
era Reformasi pada tahun 1998 , yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan
digantikan oleh Presiden B.J.Habibie , barulah pada tahun 1999 dapat diadakan
perubahan terhadap ndang-Undang Dasar 1945 sebagaimana mestinya.
Enam klasifikasi konstitusi menurut
K.C Wheare yang diikuti oleh Bryce terkait dengan persoalan perubahan yang
mencakup aspek prosedural dan substansial diantaranya :[32]
1.
Written and unwritten
2.
rigid and flexible
3.
supreme and subordinate
4.
federal and unitary
5.
separated powers and fused powers
6.
republican and monarchial
Tiga
yang pertama lebih terkait dengan prosedur sedangkan tiga yang terakhir lebih
terkait dengan substansi. Oleh karena itu atas dasar berbagai teori konstitusi
tersebut Sri Soemantri mengemukakan adanya empat aspek yang terkandung dalam
perubahan konstitusi , yaitu :[33]
1.
Prosedur perubahannya , dalam hal ini berkaitan dengan dengan institusi yang
berwenang
melakukan perubahan konstitusi . Terdapat dalam pasal 37 UUD 1945 , kalau
kita
kaitkan dengan pandangan KC Wheare dan Bryce , UUD 1945 dikategorikan sebagai
rigid
and supreme constitution , karena prosedur perubahannya oleh institusi yang
bukan
pembuat
undang-undang biasa dan dngan syarat-syarat khusus.
2.
Mekanisme perubahannya , apakah dalam menyiapkan perubahan konstitusi dilakukan
sendiri oleh institusi yang berwenang
merubah atau atakah dapat di delgasikan kepada institusi lain yang dibentuk
oleh institusi yang berwenang dan kemudian instityusi yang berwenang hanya
mentapkan / mengesahkan saja. UUD 1945 ternyata tidak menentukan mekanisme
tersebut. Dalam praktek sejak perubahan pertama (1999) hingga perubahan keempat
(2002) mekanisme diserahkan sepenuhnya kepada MPR melalui tata tertib
persidangannya.
3. Sistem
perubahan UUD , dalam hal ini menurut teori konstitusi dapat dilakukan melalui
:
a.
pembaharuan naskah ( perubahan dalam teks menyangkut hal-hal tertentu )
b.
penggantian naskah (materi perubahan cukup mendasar dan banyak )
c.
melalui naskah tambahan (annex atau
adendum) menurut sistem amandemen AS
d.
substansi perubahan , yaitu hal-hal apa saja yang dapat diubah / diperbaharui
dan hal-
hal
apa yang tidak dapat diubah atau harus terus-menerus dipertahankan dalam
constitutional reform. contoh :
a)
Konstitusi Republik V Perancis à melarang perubahan bentuk
pemerintahan republic
dan
perubahan yang membahayakan integritas wilayah
b)
Konstitusi Republik Italia à melarang perubahan bentuk pemerintahan
republik
Berikut merupakan perbedaan
konstitusionalisme dalam UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan :[34]
Konstitusionalisme dalam UUD 1945
sebelum perubahan
|
Konstitusionalisme dalam UD 1945
setelah perubahan
|
A.
Aspek Prosedural/Formal :
a.
Konstitusi dimaknai sebagai hukum dasar
(droit constitutionnel) yang
mencakup UUD sebagai hukum dasar tertulis (written constitution) dan hukum
dasar tak tertulis (unwritten constitution),yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara (penjelasan UUD
1945)
b.
UUD bersifat singkat dan supel (flexible
constitution) agar jangan sampai sistem
UUD ketinggalan zaman (penjelasan) , maka cara perubahan dibuat rigid oleh
suatu lembaga khusus (MPR) dengan demikian konstitusi Indonesia bersifat
flexible sekaligus rigid
c.
Prosedur penetapan (dan pembentukan)
konstitusi UUD dilakukan oleh suatu
lembaga tertinggi negara (MPR)
d.
Dari penjelasan UUD 1945 juga dapat kita
simpulkan bahwa kita menganut
supreme constitution
|
A.
Aspek Prosedural/Formal :
a.
Merupakan konstitusi tertulis
b.
Pembentukan konstitusi oleh MPR
c.
Perubahan oleh MPR dengan prosedur
yang diperberat (merupakan rigid
constitution)
|
B.
Aspek Substansial/materiil:
a.
Asas negara persatuan (integralistik)
b.
Negara mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh
rakyat Indonesia
c.
Negara berkedaulatan rakyat dengan
sistem
permusyawaratan dan perwakilan
d.
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha
Esa
e.
Negara berdasar atas hukum (rechtstaat)
f.
Pemerintah berdasar sistem konstitusi ,
menolak
absolutisme
g.
Sistem MPR, sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat spenuhnya pemegang
kekuasaan negara tertinggi yang menetapkan UUD dan GBHN , memilih Presiden
dan Wakil Presiden
h.
Negara kesatuan dengan bentuk
pemerintahan
Republik
i.
Sistem pemerintahan quasi
presidensial,
yaitu presiden sejajar dengan DPR
j.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka
k.
Sistem pemerintahan local dengan asas
Desentralisasi
dan Dekonsentrasi,
menghormati
asal-usul keistimewaan
daerah
l.
Demokrasi ekonomi dengan asas
kekeluargaan
m.
Pengakuan HAM
|
B.
Aspek Substansial/ Mateeriil :
a.
Dasar negara Pancasila
b.
Bentuk negara Kesatuan (tak boleh
diubah)
c.
Bentuk pemerintahan Republik
d.
Sistem pemerintahan Presidensial
e.
Tipe negara hukum
f.
Lembaga perwakilan soft bicameralisme (
MPR dengan anggota dari seluruh
anggota DPR dan seluruh anggota DPD)
g.
Kedaulatan rakyat
h.
Pembagian kekuasaan dengan sistem
checks and balances
i.
Independensi kekuasaan kehakiman yang
berada di tangan MA beserta badan-
badan peradilan di bawahnya dan MK
j.
Sistem pemerintahan local dengan otonomi
seluas-luasnya
k.
Sistem demokrasi ekonomi
l.
Pengaturan HAM yang cukup lengkap
|
Perubahan
UUD 1945 yang berlangsung sebanyak empat kjali berturut-turut , yaitu perubahan
pertama (1999) , perubahan kedua (2000) ,perubahan ketiga (2001) dan perubahan
keempat (2002). Perubahan-perubahan tersebut menganut lima prinsip dasar, yaitu
:[35]
1.
Tidak mengubah pembukaan UUD 1945
2.
Tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan
3.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
4.
Meniadakan penjelasan dan memasukkan hal-hal normatif penjelasan ke dalam
pasal-
pasal
UUD
5.
Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara Adendum
Berkenaan dengan prosedur perubahan
Undang-Undang Dasar dianut adanya tiga tradisi yang berbeda antara satu negara
dengan negara lain diantaranya :[36]
Pertama, kelompok negara yang mempunyai
kebiasaan mengubah materi Undang-Undang
Dasar
dengan langsung memasukkan (insert)
materi perubahan itu ke dalam naskah UUD. Contohnya konstitusi Perancis ,yang
biasa disebut Konstitusi Tahun 1958 yaitu menambahkan ketentuan mengenai
pemilihan presiden secara langsung , serta perluasan ketentuan mengenai
referendum , sehingga keseluruhan materi perubahan itu langsung dimasukkan ke
dalam teks konstitusi.
Kedua, Kelompok-kelompok negara yang
mempunyai kebiasaan mengadakan penggantian
naskah
Undang-Undang Dasar . Di lingkungan negara-negara ini , naskah konstitusi sama
sekali diganti dengan naskah baru , seperti pengalaman Indonesia dengan
konstitusi RIS tahun 1949 dan UUDS tahun 1950. Pada umumnya negara-negara
demikian ini terhitung sebagai negara yang sistem politiknya belum mapan dan
masih bersifat ‘trial and error’.
Ketiga, yaitu perubahan konstitusi melalui
naskah yang terpisah dari teks aslinya yang disebut sebagai amandemen
kesatu,kedua,ketiga,keempat dan seterusnya. Dengan tradisi demikian , naskah
asli Undang-Undang Dasar tetap utuh , tetapi kebutuhan akan perubahan hukum
dasar dapat dipenuhi melalui naskah tersendiri yang dijadikan adendum tambahan
terhadap naskah asli tersebut . Dapat dikatakan tradisi perubahan demikian
memang dipelopori oleh Amerika Serikat , dan tidak ada salahnya negara-negara
demokrasi yang lain termasuk Indonesia untuk mengikuti prosedur yang baik
seperti itu.
F. Reformasi Konstitusi Mulai Dari
1998-2002 Beserta Problematikanya
1.
Amandemen Pertama UUD Negara RI Tahun 1945
Menjelang pemilu 1999, intensitas
konflik politik makin meningkat. Kondisi tersebut berlanjut sampai dengan
pelaksanaan proses amandemen pertama UUD RI 1945 pada sidang umum MPR tanggal 1
sampai dengan 20 Oktober 1999. Jadi, dalam situasi inilah proses amandemen
pertama UUD RI 1945 berlangsung. Dalam konteks seperti itu, sulit rasanya untuk
berharap banyak bahwa proyek amandemen ini bisa berfungsi sebagai jawaban
terhadapnya berhentinya praktek-praktk demokrasi dalam kehidupan kenegaraan
atau apa yang disebut dengan constitutional
cul de sac (kebuntuan konstitusi).
Penilaian tersebut setidaknya
didasarkan pada beberapa hal. Pertama,
ada kesan bahwa proyek amandemen ini tidak ditangani secara serius.Artinya,
reformasi konstitusi tidak diletakkan dalam posisi yang relatif penting untuk
ditangani secara sungguh-sungguh dibandingkan dengan persoalan-persoalan lain
yang dialami bangsa Indonesia. Kedua,proyek Amandemen ini ditangani oleh
kalangan MPR, ada kesan bahwa persoalan reformasi konstitusi ini terpaksa harus
disesuaikan dengan langgam dan kepentingan kerja lembaga perwakilan rakyat ini.[37]
1.1 Tujuh
Prioritas Amandemen Pertama UUD Negara RI 1945
Pada tanggal 7 Oktober 1999, Panitia
Ad Hoc (PAH) III Badan Pekerja (BP) MPR menyepakati tiga persoalan utama. Pertama,semua fraksi MPR menyepakati
untuk melakukan Amandemen UUD RI 1945. Kedua,
menyangkut ruang lingkup amandemen. PAH III menyepakati bahwa pembukaan UUD RI
1945tidak diubah, yang diubah adalah batang tubuh dan penjelasan UUD RI 1945,
dan hal-hal yang bersifat normatif dalam penjelasan UUD RI 1945 dimasukkan ke
dalam batang tubuh. Ketiga,menyangkut
prioritas perubahan UUD RI 1945, yaitu hal-hal yang mendesak. Hal-hal yang
mendesak tersebut terdiri atas tujuh prioritas dalam pembahasan perubahan UUD
RI 1945.
Tujuh prioritas tersebut adalah pertama,pemberdayaan mengenai lembaga
tertinggi negara (MPR). Prioritas kedua
adalah pengaturan kekuasaan pemerintah negara dan pembatasan masa jabatan
presiden. Prioritas ketiga adalah
peninjauan kembali lembaga tinggi negara dengan kekuasaan konsultatif (DPA), keempat mengenai pemberdayaan lembaga
legislatif (DPR). Prioritas kelima,pemberdayaan
lembaga auditing financial (BPK). Keenam
pemberdayaan dan pertanggung jawaban lembaga kehakiman dan ketujuh, pembahasan mengenai Bank Indonesia dan TNI/Polri.[38]
2.
Amandemen Kedua UUD Negara RI 1945
Pasca penetapan perubahan pertama
UUD RI 1945pada Sidang Umum MPR 1999 tanggal 19 Oktober 1999, MPR berdasarkan
Ketetapan MPR No.IX/MPR/1999, menugaskan BP MPR untuk melanjutkan perubahan UUD
RI 1945. Pada bagian konsideran point C, ketetapan tersebut berbunyi bahwa :
“Waktu yang tersedia untuk melakukan perbahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sangat terbatas
sehingga tidak memungkinkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
melakukan perubahan sesuai dengan dinamika dan aspirasi masyarakat”
Kemudian,
pada Pasal 2 ditegaskan bahwa :
“Rancangan
perubahan dimaksud, harus sudah siap untuk disahkan dalam Sidang Tahunan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus Tahun
2000”.[39]
2.1
Catatan Atas Pemandangan Umum Fraksi Dalam Amandemen Kedua
Dari 11 fraksi yang memberikan
pandangan tentang materi pada amandemen kedua UUD RI 1945 terlihat adanya
kecenderungan keinginan dari mayoritas fraksi untuk memperkuat posisi lembaga
perwakilan (MPR dan DPR) dan “memperlemah” posisi eksekutif (presiden) dengan
berbagai macam ketentuan yang mengikat posisinya, baik sebagai kepala
pemerintahan maupun sebagai kepala negara.
Disamping itu, pandangan mayoritas
fraksi cenderung melihat bahwa amandemen terhadap UUD RI 1945 berdasarkan
perubahan pasal per pasal, bukan perubahan substansi dari UUD RI 1945. Terlihat
bahwa perubahan batang tubuh hanya berdasarkan pasal atau bab yang dipandang
tidak relevan lagi tanpa tanpa memberdasarkan pasal atau bab yang dipandang
tidak relevan lagi tanpa melihat jiwa atau kandungan substansi yang selama ini
menjadi titik persoalan.
Bagian yang sangat menarik adalah
sikap fraksi atas otonomi daerah. Semua fraksi setuju akan adanya otonomi
daerah seluas-luasnya dan sikap tegas pemerintah pusat terhadap kewenangan yang
dimiliki oleh daerah dan pembagian yang merata antara pusat dan daerah.
Wacana gender dan realitas
keberpihakan “iklim politik” Indonesia atas kesetaraan dalam setiap pengisian
jabatan pada tingkat lembaga negara, cenderung melupakan persoalan ini dan
menganggap realitas tersebut sebagai bagian dari hak asasi manusia yang tidak
perlu mendapat tempat khusus dalam UUD.
2.1
Hasil Pembahasan Amandemen Kedua
Dari 20 bab yang diagendakan untuk
dibahas dalam komisi A, ternyata hanya 12 bab yang sempat disentuh itu pun
hanya sempat menyelesaikan 7 bab saja. Komisi A sepakat agar BP MPR melanjutkan
pembahasan perubahan UUD RI 1945 sesuai bahan-bahan yang telah disiapkan.
Pembahasan materi bab-bab yang dipersiapkan oleh BP MPR yang masih ada dan
belum sempat dibahas dalam rapat pleno komisi A adalah sebagai berikut :[40]
1. Bab
Bentuk Dasar dan Kedaulatan
2. Bab
Kekuasaan Pemerintahan Negara
3. Bab
Majelis Permusyawaratan rakyat
4. Bab
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional
5. Bab
Pendidikan dan kebudayaan
6. Bab
Agama
7. Bab
Perubahan Undang-Undang Dasar
8. Bab
tentang Dewan Pertimbangan Agung
Pada
rapat paripurna ke-9, Sidang Tahunan MPR tahun 2000 tanggal 19 Agustus 2000,
MPR berhasil menetapkan amandemen kedua UUD RI 1945.
3.
Amandemen Ketiga UUD Negara RI 1945
Pasca Sidang Tahunan MPR 2000, Badan
Pekerja (BP) MPR telah berhasil menyelesaikan dan menyepakati untuk tetap
mempertahankan hasil perubahan pertama dan perubahan kedua UUD RI 1945.Di
samping itu, BP MPR juga telah menyelesaikan perumusan terhadap 12 bab
rancangan perubahan ketiga UUD 1945. Hasil rumusan tersbut, terdiri atas Bab I
sampai dengan Bab IX dan penambahan Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan
Daerah,Bab VIB tentang Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA tentang Badan pemeriksa
Keuangan.
Menyangkut proses amandemen UUD RI
1945, terdapat dua hal yang berkaitan dengan rancangan perubahan UUD RI 1945
hasil BP MPR. Pertama, terdapat materi rancangan perubahan dalam bentuk sebuah
rumusan yang telah disepakati oleh semua fraksi majelis, dan materi rancangan
perubahan yang terdiri atas rumusan, berupa alternatif-alternatif karena belum
tercapainya kesepakatan oleh fraksi-fraksi majelis. Kedua,terdapat penulisan
huruf berbeda-beda pada rancangan perubahan ketiga UUD RI 1945 yang
menggambarkan perubahan status materi.
Bagian yang terpenting dari hasil
kerja BP MPR sejak selesainya Sidang Tahunan MPR tahun 2000 adalah beberapa
materi yang sangat fundamental dalam menata sistem ketatanegaraan Indonesia.
Materi tersebut adalah mengenai kelembagaan MPR, pemilihan presiden dan wakil
presiden secara langsung dalam satu paket, pembentukan Dewan Perwakilan daerah,
kewenangan Mahkamah Agung yang diperluas termasuk hak uji materiil terhadap
undang-undang, serta pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
Materi-materi tersebut, merupakan substansi perdebatan yang cukup a lot pada
Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 yang digelar pada tanggal 1-10 November 2001
lalu.
3.1
Catatan Atas Amandemen Ketiga
Kegagalan MPR untuk mengesahkan
materi amandemen UUD RI 1945 menyangkut susunan keanggotaan MPR, peranan MPR
memilih presiden dan wakil presiden dari dua pasangan calon presiden dan wakil
presiden,dalam hal tidak ada pasangan yang terpilih pada pemilihan umum;posisi
utusan golongan;pengisian kekosongan jabatan presiden dan wakil
presiden;DPA;mata uang bank sentral, yang semua hal ini ditugaskan pada BP MPR
untuk diselesaikan pada Sidang Tahunan MPR 2002, berpengaruh langsung terhadap
penilaian publik kepada MPR, khususnya menyangkut keseriusan MPR dalam
melanjutkan proses amandemen UUD RI 1945. “ Memanasnya” wacana komisi
konstitusi merupakan point of return
dari persoalan ini.[41]
Kegagalan mengesahkan perbahan yang
merupakan substansi politik yang lebih besar bobotnya dalam UUD RI 1945 ini,
terutama menyangkut susunan keanggotaan MPR dan tata cara pemilihan presiden
dan wakil presiden akan memengaruhi DPR dan pemerintah dalam mebuat/mengubah
undang-undang politik. Tentu saja, dampaknya akan merepotkan KPU dalam
mempersiapkan pemilu. Realitas tersebut akan menguatkan posisi tawar (bargaining position) beberapa kalangan
yang sejak awal proses amandemen menentang hajatan tersebut, ataupun kalangan
yang lebih modernis memilih jalan tengah dengan wacana “konstitusi baru”.[42]
4. Amandemen
Keempat UUD Negara RI Tahun 1945
Ada tiga pemikiran yang berkembang
dalam merespons keseluruhan hasil perubahan (amandemen pertama,amandemen
kedua,dan amandemen ketiga) UUD RI 1945. Pertama,
adanya pemikiran, perubahan UUD RI 1945 telah kebablasan. Penilaian ini secara
terbuka diusung Gerakan Nurani Parlemen dan Forum Kajian Ilmiah Konstitusi
(FKIK). Alasan yang dikemukakan kelompok ini, perombakan mendasar yang dilakukan
MPR tidak sesuai tuntutan reformasi yang hanya menghendaki dilakukan
penyempurnaan terbatas UUD RI 1945. Oleh karena itu, mereka meminta MPR
menghentikan kegiatan melakukan perubahan terhadap UUD RI 1945. Dari
kecenderungan yang ada, bukan tidak mungkin kembali ke UUD RI 1945, sebelum
perubahan menjadi target kelompok ini.[43]
Kedua,melanjutkan
proses perubahan keempat dalam Sidang Tahunan MPR. Ini didasarkan amanat dalam
Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/2001 bahwa masih dipandang perlu melanjutkan
perubahan UUD RI 1945 dalam Sidang Tahunan 2002. Komitmen ini masih menjadi
acuan beberapa kekuatan di MPR. Ketiga,
melihat kelemahan-kelemahan dalam tiga kali perubahan yang telah
dilakukan,perubahan UUD RI 1945 tetap harus berujung pada pembuatan konstitusi
baru yang dilakukan oleh sebuah komisi konstitusi independen. Alasan yang
dikemukakan pendukung gagasan ini adalah tidak mungkin menyerahkan perubahan
hukum dasar kepada MPR yang amat dominan kepentingan politik.
4.1
Pembahasan di Tingkat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR
Wacana pro-kontra atas rencana
amandemen keempat tidak mengurangi tekad PAH I BP MPR untuk melanjutkan proses
amandemen UUD RI 1945. Pihak PAH I MPR sendiri merasa optimis bahwa langkah
amandemen akan terus berjalan. Berikut pasal-pasal yang telah disepakati oleh
semua fraksi MPR ,pasal 8 ayat (3) , pasal 23 B , pasal 24 ayat (3), pasal 31
ayat (4), pasal 31 ayat (5), pasal 32 ayat (1), pasal 32 ayat (2), pasal 33
ayat (3), pasal 33 ayat(4), pasal 33 ayat (5), pasal 34 ayat (2), pasal 34 ayat
(3), pasal 37 ayat (1), pasal 37 ayat (2), pasal 37 ayat (3), pasal 37 ayat
(5), Aturan Peralihan pasl I,pasal II, Aturan Tambahan (1),(2),(3).[44]
G.
Kesimpulan
Konstitusi
yang biasa disebut sebagai Undang-Undang Dasar merupakan pegangan tertinggi suatu
negara yang berbentuk written
constitution maupun unwritten
constitution pada umumnya di dalam suatu konstitusi memuat 3 hal pokok
diantaranya adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya ,
ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental ,
adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental. Sedangkan konstitusionalisme merupakan suatu paham mengenai
pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi biasa disebut
(limited government)
Konstitusi sendiri juga memiliki fungsi
yang amat penting bagi suatu negara yang memiliki konstitusi tersebut.
Konstitusi dibentuk melalui sistem yang demokratis disusun dan diterapkan
karena rakyat ingin membuat permulaan yang baru , yang berkaitan dengan sistem
pemerintahan mereka diterima dan di dukung sepenuhnya oleh seluruh komponen
masyarakat dari berbagai aliran dan faham , aspirasi dan kepentingan.
Konstitusi dalam suatu negara pun
dapat terjadi perubahan sesuai dengan model perubahan yang dianut oleh
masing-masing negara diantaranya langsung memasukkan (insert) materi perubahan itu ke dalam naskah UUD, penggantian
naskah Undang-Undang Dasar, dan perubahan konstitusi melalui naskah yang
terpisah dari teks aslinya yang disebut sebagai amandemen.
Daftar Pustaka
1.
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:Mahkamah
Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI,2004
2. A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi
, Jakarta:Konstitusi
Press,2006
3. K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi
Modern,Bandung:Nusa Media
4. Jazim Hammidi,Malik,Hukum Perbandingan Konstitusi,Jakarta:Prestasi
Pustaka,2008
5. Nurudin Hady, Teori
Konstitusi dan Negara Demokrasi ,
Malang:Setara
Press,2010
6. Dahlan Thaib,Jazim Hammidi,Ni’matul Huda,Teori dan Hukum
Konstitusi,
Jakarta:Rajawali Pers,1999
7. A.Mukhtie Fadjar,Tipe
Negara Hukum, Malang:Bayumedia,2005
8. Tauffiqurrohman Syahuri,Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek
Hukum,Jakarta:Kencana,2011
9. Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi Konstitusi
1998-2002,Bandung:Citra Aditya
Bakti,2007
[1]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia,(Jakarta:Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat
Studi
Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum UI,2004) hlm3.
[2]
Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm 11.
[3]
Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm13.
[4]
A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi , (Jakarta:Konstitusi
Press,2006)hlm.34
[5]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm
17.
[6]
Jimly Asshidiqie,Ibid,hlm 17.
[7]
K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,(Bandung:Nusa Media),hlm 1.
[8] KC
Wheare,Modern Constitution,(London:Oxford
University Press,1975),hlm1 sebagaimana dikutip dalam Jazim Hammidi,Malik,Hukum Perbandingan Konstitusi,Jakarta:Prestasi Pustaka,2008)hlm.89
[9]
Nurudin Hady, Teori Konstitusi dan Negara Demokrasi ,(Malang:Setara
Press,2010)hlm.3.
[10]
Dahlan Thaib,Jazim Hammidi,Ni’matul Huda,Teori
dan Hukum Konstitusi,(Jakarta:Rajawali Pers,1999),hlm7.
[11]
Ibid,hlm9.
[12]
Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op
cit,hlm.1o.
[13].Ibid,hlm 11
[14]
Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op
cit,hlm.12.
[15]
A.Mukhtie Fadjar,Tipe Negara Hukum,(Malang:Bayumedia,2005),hlm.79.
[16]
Ibid,hlm.79.
[17]
Nurudin Hady, Teori Konstitusi dan Negara…,op cit,hlm.2.
[18]
Dahlan Thaib,Teori dan Hukum Konstitusi..,op
cit,hlm.16
[19]
Dahlan Thaib, Ibid,hlm.17
[20]
Dahlan Thaib,Ibid,hlm.1.
[21]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm
21.
[22]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm
24.
[23]
Nurudin Hady, Teori Konstitusi dan Negara…,op cit,hlm.12.
[24]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm
27-28
[25]
Nurudin Hady, Teori Konstitusi dan Negara…,op cit,hlm.xii.
[26]
A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op
cit hlm.35
[27]
K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,(Bandung:Nusa Media),hlm 10.
[28]
Ibid,hlm.7.
[29]
Tauffiqurrohman Syahuri,Tafsir Konstitusi
Berbagai Aspek Hukum,(Jakarta:Kencana,2011),hlm.3-8.
[30] K.C Wheare,Konstitusi-konstitusi Modern,op cit,hlm .4.
[31]
K.C Wheare,Ibid ,hlm .128.
[32]
A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op
cit hlm.16-17
[33]
Ibid,hlm 17-18
[34]
A.Mukhtie Fadjar,Hukum Konstitusi dan …,op
cit hlm.36 -37 dan 41
[36]
Jimly Asshidiqie,Konstitusi dan…op cit,hlm
42-44
[37]
Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi
Konstitusi 1998-2002,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2007)hlm 85
[38]
Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi…Ibid,hlm 111-112
[39]
Ibid,hlm119
[40]
Bab yang telah dibahas antara lain : Bab VI Pemerintahan Daerah,Bab XII
Pertahanan dan Keamanan Negara,Bab XV Bendera,Bahasa,dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan,Bab VII Dewan Perwakilan Rakyat,Bab menyangkut kekuasaan kehakiman
dan Penegakkan Hukum.
[41]
Suharizal,Firdaus,Refleksi Reformasi…Ibid,hlm 202
[42]
Ibid,hlm 202-203
[43]
Ibid,hlm 206
[44]
Ibid,hlm 210-212
UII,2004), hlm
32-33
[8]
Bagir Manan,Ibid,hlm 33
[9]
Ibid,hlm 33
[10]
Bagir Manan,Ibid,hlm 35
[11]
J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah
suatu solusi dalam menjawab kebutuhan lokal dan tantangan global,(Jakarta:Rineka
Cipta,2007),hlm 2
[12]
Sudono Syueb, Dinamika Hukum Pemerintahan
Daerah sejak kemerdekaan sampai era reformasi,(Laksbang Mediatama,2008),
hlm 30
[13]
Sudono Syueb,Ibid, hlm 31
[14]
Sudono Syueb,Ibid, hlm 41
[15]
Sudono Syueb,Dinamika Hukum…..,op cit ,
hlm 47-50
[16]
J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah
suatu solusi dalam menjawab kebutuhan….,loc cit,hlm 27
[17]
J.Kaloh, Ibid, hlm 27
[18]
Sudono Syueb,Ibid,hlm 53
[19]
J.Kaloh,ibid,hlm 27
[20] J.Kaloh,ibid,hlm
31
[21]
J.Kaloh,Ibid,hlm 61
[22]
Sudono Syueb,op cit,hlm 73
[23]
J.Kaloh,op cit,hlm 80
[24]
I Gde Pantja Astawa,Problematika Hukum
Otonomi Daerah Di Indonesia,(Bandung: PT Alumni,2008),hlm
50- 51
[25]
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan
Daerah Kajian Tentang Hubungan….,loc
cit,hlm 76
[26]
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan
Daerah Kajian Tentang Hubungan…., Ibid,hlm
80
[27]
Ibid,hlm 80
[28]
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi
Daerah,loc cit, hlm 37
[29]
Jazim Hamidi,Mustafa Lutfi, Dekonstruksi
Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah,(Malang:UB
Press,2011),hlm
42
[30]
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi
Daerah,op cit, hlm 39
[31]
Ahmad Yani,Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia,(Jakarta:RajaGrafindo Persada,2008),hlm 40
[32]
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi
Daerah,loc cit, hlm 45
[33]
Jazim Hamidi,Mustafa Lutfi, Dekonstruksi
Hukum Pengawasan Pemerintahan Daerah,loc cit,hlm 93
Best slot games to play in 2021 - Dr.MCD
BalasHapusIt's the same as slot machines like the old slot 아산 출장샵 machines. The jackpot wins can go 익산 출장안마 up 구리 출장마사지 to 30 울산광역 출장샵 times. The casino's progressive jackpot prize 삼척 출장샵